Translate

Minggu, 07 Juni 2015

Dugaan Penyimpangan di PT Bank NTB: Wali Kota Tegaskan Tak Ada Pemindahan Rekening

Mataram (Suara NTB)-
Laporan Dugaan Penyimpangan yang diduga terjadi di tubuh PT. Bank NTB yang dilaporkan oleh SOMASI (Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi) NTB, Senin (10/8) lalu, ditanggapi Walikota Mataram H Moh Ruslan SH. Ditemui di ruang kerjanya selasa (11/8) kemarin, walikota menegaskan sebagai salah satu pemegang saham di bank milik pemerintah daerah itu, dia menghargai upaya hukum yang ditempuh Somasi.

Menurut dia kemungkinan Somasi mempunyai analisa-analisa lain terhadap Bank NTB. Ia menegaskan, khusus untuk Kota mataram tidak ada istilah pindah rekening. Namun, sebuah sumber, kepada SUARA NTB mengaku, kuat dugaan terjadi penggunaan dana kemasyarakatan yang tidak sesuai peruntukkannya.
Di Bank NTB, jelas sumber itu, terdapat pos dana peduli sosial kemasyarakatan yang diperuntukkan bagi kegiatan2 kemasyarakatan. Dana itu bisa cair manakala ada tanda tangan kepala daerah bersangkutan. Pada saat transisi pemegang saham di Bank NTB, menurut informasi, sempat terjadi pencairan dana dimaksud.
Tak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 800 juta. Anehnya, anggaran itu disebut-sebut bukan untuk kepentingan masyarakat melainkan diduga digunakan oleh oknum tertentu. Padahal waktu itu mestinya spesimen tandatangan salah satu kepala daerah tidak lagi berlaku, mengingat kepala daerah yang baru sudah dilantik. Ironisnya, meski mengetahui secara pasti bahwa unsur pemegang saham sudah mengalami perubahan dengan dilantiknya kepala daerah yang baru, manajemen Bank NTB diduga tetap mencairkan dana itu.

Seperti diberitakan harian ini, Somasi mendatangi Kantor Kejati NTB Senin lalu, setelah mmenemukan adanya indikasi penyimpangan hingga menimbulkan kerugian negara hingga Rp 11,1 miliar di bank milik pemerintah daerah tersebut. Somasi secara resmi melaporkan indikasi penyimpangan tersebut ke penyidik Kejati NTB. Dalam laporannya tersebut Somasi secara detail merinci pos-pos keuangan yang diduga disimpangkan pihak-pihak yang ditengarai terlibat.
Koordinator Ekonomi-Politik Somasi, Yudi Darmadi SE menjabarkan dalam laporannya terdapat indikasi korupsi yang terjadi. Antara lain, dugaan korupsi aliran Dana Honor Pembina (dana HP) PT Bank NTB. Dana ini dikucurkan bank NTB untuk membiayai honor pembina cabang yang tak lain adalah kepala daerah yang menjabat saat itu. Dana dengan total Rp 1,32 miliar ini kkeluar dalam dua periode yakni pada Oktober 2004 hingga Juni 2005 dan Januari hingga Mei 2006 masing2 sebesar Rp 439 miliar dan Rp 890 miliar.
Namun menurut Yudi dalam proses pencairannya sendiri terdapat keganjilan. Sebab, Bank Indonesia (BI) selaku pengawas bank di daerah ini, melarang adanya pengucuran dana HP tersebut. ”Oleh karena tidak ada kegiatan pembinaan yang dilakukan,” terang Yudi.
Indikasi kedua, lanjut Yudi, yakni dugaan korupsi aliran dana pedulli sosial kemasyarakatan (PSK) PT Bank NTB Tahun Buku 2003 hingga 2007 senilai Rp 8,19 miliar. Seharusnya dana ini diperuntukkan bagi masyarakat NTB namun diduga dikirim ke rekening khusus kepala daerah se-NTB. Sementara seperti yang diumumkan DPRD sesuai Laporan Hasil Perhitunga (LHP) BPK RI terhadap APBD NTB tahun 2008 dana PSK ini pertanggungjawabannya tidak jelas. ”Bahkan pengelolaannya tidak melalui mekanisme APBD,” ujar Yudi. Oleh karenanya, BPK kemudian merekomendasikan Gubernur NTb untuk menutup rekening tersebut dan memindahkan seluruh saldonya. Indikasi ketiga, yakni dugaan korupsi aliran dana jasa produksi pengurus. Seharusnya dana ini diperuntukkan bagi pengurus PT Bank NTB, namun sebagian diantaranya malah diberikan kepada pemegang saham. ”Namun untuk indikasi ini belum diketahui berapa nilainya,” kata Yudi.
Sementara indikasi terakhir terkait dugaan korupsi dalam penetapan dan pengucuran uang Penghargaan Masa Bhakti (PMB) pengurus PT bank NTB periode 2003 hingga 2007 dengan kerugian negara mencapai Rp 1,606 miliar.
Menurut Yudi, dari hasil penelusuran yang dilakukan pihaknya dana PMB ini dikucurkan dua periode. Yakni pada November 2007 dan April 2008 masing-masing dengan nilai Rp 4,319 miliar dan 1,406 miliar. (fit)

Sumber : SUARA NTB, 12 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar