Mataram (Suara
NTB)-
Laporan Dugaan
Penyimpangan yang diduga terjadi di tubuh PT. Bank NTB yang dilaporkan oleh
SOMASI (Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi) NTB, Senin (10/8) lalu,
ditanggapi Walikota Mataram H Moh Ruslan SH. Ditemui di ruang kerjanya selasa
(11/8) kemarin, walikota menegaskan sebagai salah satu pemegang saham di bank
milik pemerintah daerah itu, dia menghargai upaya hukum yang ditempuh Somasi.
Menurut dia
kemungkinan Somasi mempunyai analisa-analisa lain terhadap Bank NTB. Ia
menegaskan, khusus untuk Kota mataram tidak ada istilah pindah rekening. Namun,
sebuah sumber, kepada SUARA NTB mengaku, kuat dugaan terjadi penggunaan dana
kemasyarakatan yang tidak sesuai peruntukkannya.
Di Bank NTB,
jelas sumber itu, terdapat pos dana peduli sosial kemasyarakatan yang
diperuntukkan bagi kegiatan2 kemasyarakatan. Dana itu bisa
cair manakala ada tanda tangan kepala daerah bersangkutan. Pada saat transisi
pemegang saham di Bank NTB, menurut informasi, sempat terjadi pencairan dana
dimaksud.
Tak tanggung-tanggung,
nilainya mencapai Rp 800 juta. Anehnya, anggaran itu disebut-sebut bukan untuk
kepentingan masyarakat melainkan diduga digunakan oleh oknum tertentu. Padahal
waktu itu mestinya spesimen tandatangan salah satu kepala daerah tidak lagi
berlaku, mengingat kepala daerah yang baru sudah dilantik. Ironisnya, meski
mengetahui secara pasti bahwa unsur pemegang saham sudah mengalami perubahan
dengan dilantiknya kepala daerah yang baru, manajemen Bank NTB diduga tetap
mencairkan dana itu.
Seperti
diberitakan harian ini, Somasi mendatangi Kantor Kejati NTB Senin lalu, setelah
mmenemukan adanya indikasi penyimpangan hingga menimbulkan kerugian negara
hingga Rp 11,1 miliar di bank milik pemerintah daerah tersebut. Somasi secara
resmi melaporkan indikasi penyimpangan tersebut ke penyidik Kejati NTB. Dalam
laporannya tersebut Somasi secara detail merinci pos-pos keuangan yang diduga
disimpangkan pihak-pihak yang ditengarai terlibat.
Koordinator
Ekonomi-Politik Somasi, Yudi Darmadi SE menjabarkan dalam laporannya terdapat
indikasi korupsi yang terjadi. Antara lain, dugaan korupsi aliran Dana Honor
Pembina (dana HP) PT Bank NTB. Dana ini dikucurkan bank NTB untuk membiayai
honor pembina cabang yang tak lain adalah kepala daerah yang menjabat saat itu.
Dana dengan total Rp 1,32 miliar ini kkeluar dalam dua periode yakni pada
Oktober 2004 hingga Juni 2005 dan Januari hingga Mei 2006 masing2 sebesar Rp
439 miliar dan Rp 890 miliar.
Namun menurut
Yudi dalam proses pencairannya sendiri terdapat keganjilan. Sebab, Bank
Indonesia (BI) selaku pengawas bank di daerah ini, melarang adanya pengucuran
dana HP tersebut. ”Oleh karena tidak ada kegiatan pembinaan yang dilakukan,”
terang Yudi.
Indikasi kedua,
lanjut Yudi, yakni dugaan korupsi aliran dana pedulli sosial kemasyarakatan
(PSK) PT Bank NTB Tahun Buku 2003 hingga 2007 senilai Rp 8,19 miliar.
Seharusnya dana ini diperuntukkan bagi masyarakat NTB namun diduga dikirim ke
rekening khusus kepala daerah se-NTB. Sementara seperti yang diumumkan DPRD
sesuai Laporan Hasil Perhitunga (LHP) BPK RI terhadap APBD NTB tahun 2008 dana
PSK ini pertanggungjawabannya tidak jelas. ”Bahkan pengelolaannya tidak melalui
mekanisme APBD,” ujar Yudi. Oleh karenanya, BPK kemudian merekomendasikan
Gubernur NTb untuk menutup rekening tersebut dan memindahkan seluruh saldonya. Indikasi
ketiga, yakni dugaan korupsi aliran dana jasa produksi pengurus. Seharusnya dana
ini diperuntukkan bagi pengurus PT Bank NTB, namun sebagian diantaranya malah
diberikan kepada pemegang saham. ”Namun untuk indikasi ini belum diketahui
berapa nilainya,” kata Yudi.
Sementara
indikasi terakhir terkait dugaan korupsi dalam penetapan dan pengucuran uang
Penghargaan Masa Bhakti (PMB) pengurus PT bank NTB periode 2003 hingga 2007
dengan kerugian negara mencapai Rp 1,606 miliar.
Menurut Yudi,
dari hasil penelusuran yang dilakukan pihaknya dana PMB ini dikucurkan dua
periode. Yakni pada November 2007 dan April 2008 masing-masing dengan nilai Rp
4,319 miliar dan 1,406 miliar. (fit)
Sumber : SUARA
NTB, 12 Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar