SEKRETARIS Jenderal FITRA NTB, Ervyn Kaffah,
menilai laju realisasi Belanja Modal Pemprov NTB tahun ini mengalami perbaikan
0,82 persen dibanding empat tahun sebelumnya. Namun, tren positif ini jelas
tidak cukup signifikan. Tren ini dianggap tidak akan cukup untuk menghentikan
berulangnya kebiasaan menggeber belanja program di akhir tahun anggaran.
Pendapat tersebut disampaikan Ervyn dalam rilis yang diterima Suara NTB, Jumat
(5/8) kemarin. “Tren kenaikan tersebut
belum mampu menjawab problem klasik Pemprov NTB yakni menumpuknya belanja program pada akhir tahun, yang
umumnya dikebut pada triwulan terakhir,” ujar Ervyn.
Menurut data yang diolah FITRA NTB, memasuki Juli
2016, realisasi belanja modal Pemprov NTB baru mencapai Rp 200,86 miliar atau hanya 29,20 persen dari total
belanja modal Pemprov NTB Tahun 2016 sebesar Rp 687,96 miliar. Sementara itu,
tren empat tahun terakhir (tahun 2012-2015), realisasi belanja modal Pemprov
NTB pada akhir semester pertama rata-rata adalah sebesar 28,38 persen. Dengan demikian terdapat kenaikan realisasi
belanja modal sebesar 0,82 persen.
Ervyn mengungkapkan, meski ada peningkatan terbatas
untuk laju realisasi belanja modal, tapi situasi lama bahwa serapan anggaran
Pemda menumpuk pada semester akhir anggaran khususnya pada Triwulan Akhir, bisa
dikatakan belum memperlihatkan perubahan signifikan.
Bisa diduga, pola belanja daerah tahun ini masih sama seperti tahun-tahun lalu. Dari
total belanja modal berorientasi public yang tahun ini mencapai Rp 687,96
miliar, hampir setengahnya (sekitar 45 persen) diduga akan kembali dikebut selama tiga bulan terakhir pada bulan Oktober hingga Desember.
Ervyn menilai, dengan tidak adanya perubahan
signifikan ini, maka akan cukup wajar jika public mempertanyakan apa sebenarnya
upaya yang sudah dilakukan pemerintah daerah untuk memperbaiki pola belanja
yang mereka laksanakan.
“Hal ini perlu ditekankan karena tidak dapat ditolak, hal ini memberi gambaran
secara jernih mengenai tingkat efektivitas kerja pemerintah daerah,” tekan
Ervyn.
Sebagai pihak masyarakat yang bekerja di luar sistem,
pihaknya hanya bisa mengharapkan Wakil Gubernur NTB, Sekretaris Daerah NTB dan
para Asisten Setda Pemprov NTB, sebagai pembantu Gubernur NTB bisa berikhtiar
lebih keras untuk memperbaiki keadaan.
Bukan di
Proses Lelang
Menyangkut ketepatan jadwal kegiatan APBD Provinsi
NTB, FITRA NTB mensinyalir, sumbat botol
dari problem realisasi anggaran yang melalui proses pelelangan, bukanlah pada
kinerja ULP-LPSE yang melaksanakan proses lelang. Berdasarkan pengamatannya
atas tren tiga tahun terakhir, Ervyn mendapati tidak ada masalah yang terlalu
berarti dalam pelaksanaan lelang.
Justru, ada dua lokus masalah yang disinyalir
menjadi penghambat percepatan realisasi anggaran itu. Lokus masalah pertama,
pada tahapan sebelum proses lelang. Biasanya berkaitan dengan kecepatan SKPD
menyediakan dokumen lelang yang valid dan mengirimkannya ke ULP-LPSE sehingga
bisa segera diproses. Lokus Kedua, pasca pelelangan proyek. Dimana, perlu dilaksanakan penandatanganan kontrak,
mulainya aktivitas proyek di lapangan, hingga proses pengerjaan di lapangan.
Menurut catatan FITRA NTB, tahun 2016 ini
sebenarnya telah ada percepatan dalam proses pelelangan. Sampai dengan 31 Juli
2016 saja, jumlah proyek yang telah selesai dilelang telah mencapai 85,17% atau
setara dengan 204 Paket dengan nilai Rp
580, 54 miliar, dari total nilai lelang sebesar Rp 681.664 Miliar (329
paket). Karena itu, memasuki awal Agustus ini, FITRA NTB menyarankan Pemda
untuk fokus mempercepat proses kontrak dan proses persiapan pelaksanaan proyek di
lapangan. (aan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar