Translate

Senin, 15 Agustus 2016

Berhenti Remehkan Persoalan Serapan Anggaran

Mataram (Suara NTB) –
Sekjen FITRA NTB, Ervyn Kaffah, mengingatkan aparatur pengelola APBN dan APBD di NTB untuk behenti menganggap remeh persoalan serapan anggaran. Pembenahan terhadap buruknya kinerja anggaran harus segera menjadi prioritas tahun ini.

Pandangan itu disampaikan Ervyn saat dikonfirmasi menyangkut kinerja serapan APBN di NTB yang masih belum beres sepanjang tahun 2015 lalu.

“Berhentilah menganggap persoalan serapan anggaran ini sebagai hal remeh yang mudah dikecualikan atau ditanggapi dengan sekedar menyampaikan apologi kepada publik. Mulai ambil momentum untuk segera membenahinya mulai akhir tahun ini. Atau pemerintah akan menghadapi  sentimen yang semakin menguat bahwa pemerintah tidak efektif bekerja,” sindir Ervyn.

Ia menegaskan, serapan anggaran di NTB, baik serapan APBD provinsi atau kabupaten/kota maupun serapan APBN hingga akhir tahun 2015 lalu menunjukkan secara jelas penurunan kinerja pemerintahan di daerah. Ia mengharapkan kondisi ini benar-benar menjadi perhatian gubernur dan seluruh kepala daerah di NTB.

Karena itu ia menyarankan kepada Pemprov NTB agar memberikan perhatian dan lebih banyak melaksanakan konsolidasi, baik dengan pemerintah pusat maupun kepala daerah lainnya di NTB. Hal ini penting dilakukan mengingat kontribusi dana APBD/APBN sangat signifikan sebagai lokomotif pemacu perkembangan perekonomian daerah.

“Kondisi tahun 2015 seharusnya bisa menjadi momentum refleksi bagi semua kepala daerah di NTB, apakah mereka sudah bekerja sebaik-baiknya untuk masyarakat. Gubernur kami harapkan bisa mengambil langkah-langkah substansial untuk memperbaiki kondisi serapan belanja daerah yang lamban ini dengan meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait, baik di pusat maupun di daerah”.

Ervyn mencermati, data-data realisasi APBN dan APBD di daerah menunjukkan gambaran yang sama, yaitu menumpuknya serapan anggaran di akhir tahun. Untuk itu, diperlukan upaya percepatan dengan membuka sumbatan yang berkontribusi pada keterlambatan penyerapan anggaran.

“Kalau dilihat, ya sama saja antara APBN dengan APBD ini. Jadi mesin pemerintahan kita ini sepertinya bukan jenis mesin yang normal. Lebih seperti mobil VW zaman dulu. Mesinnya baru panas di tengah jalan, bahkan di dua pertiga perjalanan. Cirinya ya dihela dari belakang, bukannya ditarik dari depan. Mirip mesin kompresor.”

Ervyn juga membenarkan bahwa realisasi anggaran tahun 2015 menunjukkan indikasi proses pengadaan barang jasa relatif terlambat. Ia memperkirakan, akselerasi pengadaannya baru mulai berjalan di bulan Juli.

Karenanya, ia menyarankan perlu diperdalam lagi faktor-faktor yang mempengaruhi lambannya pengadaan barang jasa ini. Ia menilai, selain dipengaruhi pola “pengiriman” dana APBN dari pemerintah, serapan anggaran juga ditentukan oleh bagaimana strategi eksekusi yang dijalankan di daerah.

“Pada prinsipnya Presiden Jokowi kan sudah declare dorong pengadaan di awal tahun, dan kita sadari tahun 2015 itu tahun konsolidasi administrasi pusat dan daerah. Namun kita tidak bisa sekadar menunggu pusat menangani keadaan. Namun perlu mengambil langkah-langkah penyesuaian sendiri sebagai respon terhadap situasi kurang normal yang mungkin muncul. Jika diam dan nonton saja, ya rakyat NTB yang rugi.”

Ervyn pun mendesak agar gubernur memperhatikan secara lebih cermat kinerja jajarannya yang terkait dengan pengendalian belanja APBD dan APBN di daerah. “Khususnya menyangkut belanja APBN, siapa yang bertugas melakukan pengendalian. Siapa yang harus melakukan koordinasi dengan jajaran pemerintah pusat dan satker-satker,” ujarnya.

Bahkan, lanjutnya, perlu diperjelas pola eksekusi keputusan dalam eksekusi anggaran agar jelas kewenangan eksekusinya. Termasuk, apakah gubernur siap pasang badan atau memberikan garansi untuk jajarannya dalam mengeksekusi keputusan penting mengenai pelaksanaan proyek tertentu.

“Hal ini perlu ditekankan karena tidak tertutup kemungkinan bahwa selama ini sudah diketahui bottle neck-nya dimana. Namun tidak ada yang mengambil tindakan,” pungkasnya. (aan)

(Sumber: SUARA NTB, 2 Januari 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar