Translate

Selasa, 16 Juni 2015

Diusulkan Gaji Anggota KPU Dikurangi Setelah Pemilihan Presiden

Dilaunching Dua Buku Anti Korupsi terbitan SOMASI NTB


Kordinator Divisi Anti Korupsi Somasi NTB Ervyn Kaffah sewaktu membuka peluncuran buku tersebut mengatakan bahwa tidak benar korupsi telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Ini harus dipertanyakan kembali sebab korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan. "Sehingga korupsi itu budaya orang-orang yang berkuasa," katanya.

Ervyn Kaffah menyebut buku Mencabut Akar Korupsi dibuat untuk kepentingan para aktivis anti korupsi di pedesaan. Sedangkan Fiqh Korupsi bisa menjadi bahan bacaan masyarakat khususnya tokoh agama dan aktivis keagamaan yang akhir-akhir ini mulai melihat perlunya diperhatikan

Sabtu 29.05.04
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lombok Barat (KPU Lobar) Hasanain Djuwaini meminta pengurangan gaji anggota setelah selesai pemilihan presiden. Sebab, nanti sudah tidak ada lagi pekerjaan. Kalau perlu diberhentikan. "Tidak ada masalah berhenti. Saya usulkan supaya diturunkan gajinya KPU," ucapnya.

Video Sorotan Redaksi LOMBOK POST TV: GOLKAR NTB MELAWAN KETERBUKAAN INFORMASI


silaq akses via:

https://www.youtube.com/watch?v=-bj6Kl-QbmY&list=PLWO4OOzWscSHhDsP6GQkFYt7KLkP_xpmm&index=3

Sebagai salah seorang Pemohon Informasi Laporan Keuangan Parpol NTB kepada DPD Partai Golkar NTB (bersama Suhardi dan Ramli secara berkelompok, yang dikuasakan kepada Bung Suhardi), saya hadir untuk diskusi bersama Ketua Bakumham Golkar NTB, Ibu Sri Hayatiningsih dan Staf Ahli Komisi Informasi Pusat, Bapak Agus W. Nugroho, di Studio Lombok Post TV.

Talkshow ini terjadi beberapa waktu setelah DPD Golkar NTB mengajukan gugatan perdata terhadap  Bung Suhardi sebagai pemohon informasi, Komisi Informasi Provinsi NTB, dan Komisi Informasi Pusat ke PN Mataram. Tak tanggung-tanggung, selain minta putusan KI NTB dibatalkan, partai Golkar NTB juga menggugat masyarakat  Pemohon Informasi, KI NTB, dan KI Pusat.  Warga yang memohon informasi yang sebenarnya menurut UU termasuk sebagai Informasi yang harus tersedia setiap saat tanpa perlu diminta, dan KI NTB serta KI Pusat sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan mediasi dan penyelesaian sengketa informasi, digugat perdata oleh DPD Golkar NTB sebesar Rp. 1 Miliar lebih.

Beberapa berita dan dokumentasi terkait isu ini, silaq akses:

http://akuntabilitas.jpip.or.id/artikelview-335-lampu-kuning-keterbukaan-informasi.html
https://www.youtube.com/watch?v=Rwdu1-UeR9o
https://www.youtube.com/watch?v=XdSzqCuVUYc
http://www.antarantb.com/print/25653/fitra-parpol-di-ntb-enggan-sampaikan-laporan-keuangan
http://www.lombokita.com/index.php/pilkada-dan-pemilu/fitra-ntb-keterbukaan-dana-parpol-golkar-urutan-buncit
http://www.gresnews.com/berita/politik/230106-meminta-transparansi-malah-digugat-golkar
http://www.antarabengkulu.com/berita/21126/pengamat-laporan-keuangan-parpol-belum-sesuai-standar
http://nasional.kompas.com/read/2014/02/09/1600298/ICW.Golkar.Tidak.Transparan
http://www.jpnn.com/read/2014/02/10/215695/Digugat-Golkar,-ICW-Fitra-Balik-Somasi
http://politik.rmol.co/read/2014/02/09/143171/ICW-dan-Fitra-Ancam-Somasi-Partai-Golkar-
http://lomboknews.com/2014/02/09/komite-aksi-ntb-bersih-di-jalan-udayana/
http://www.gresnews.com/berita/Politik/20092-icw-dan-fitra-ancam-somasi-aburizal-bakrie/




Minggu, 07 Juni 2015

APRESIASI DARI SENIMAN










Terimakasih, untuk Sketch-nya Mas Taufan Galaxy......


selengkapnya, silaq akses via: http://glxgallery.blogspot.com/2012/08/si-ervin.html#

Komisi I Akan Minta Penjelasan Eksekutif. Terkait Polemik Penggunaan Dana TIME 2009



Lombok Post
Sabtu, 30 Januari 2010 10:00

Ketua Somasi NTB Ervyn Kaffah mendesak dewan untuk melakukan audit investigatif, sehingga persoalan dana hibah TIME 2009 menjadi jelas. 

‘’Dewan harus berani bersikap,’’ tegas Ervyn.

MATARAM-Polemik penggunaan dana TIME (Tourism Indonesian Mart and Expo) menjadi fokus perhatian komisi I DPRD NTB. Rencananya, komisi ini akan meminta penjelasan eksekutif. ‘’Persoalan ini sudah menjadi polemik hukum, sehingga perlu dibuka dan diperjelas,’’ kata Ketua Komisi I DPRD NTB H Ali Ahmad pada wartawan, kemarin.
    Rencananya, komisi I akan mengundang Kepala Biro Keuangan Setda NTB H Awaluddin dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB Lalu Gita Aryadi    untuk dimintai keterangan. ‘’Pertemuan ini kita agendakan awal minggu depan,’’ ujar Ali Ahmad.

Ervyn Kaffah: 80 Persen Media Bergantung kepada Pemerintah

KEJAKSAAN TUNGGU HASIL AUDIT KASUS BANK NTB



18 Juni 2010
Mataram, 19/5 (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat tengah menunggu hasil audit badan pemeriksa keuangan terkait dugaan korupsi dana penghargaan tahun 2007 dan 2009 sebesar Rp2,5 miliar kepada sejumlah mantan pejabat Bank NTB.

         "Informasi yang kami ketahui, audit sudah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Mataram,  namun belum disampaikan kepada kejaksaan," kata Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sugiyanta, SH, di Mataram, Rabu.

         Sugiyanta mengatakan BPK Mataram beralasan hasil audit itu masih dikoordinasikan dengan pimpinan BPK di Jakarta untuk mendapat persetujuan laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang  selanjutnya diserahkan kepada pihak terkait.

Segera ke Penuntutan



Kasus dugaan korupsi ini ditangani Kejaksaan sejak September 2009 setelah dilaporkan secara resmi Somasi NTB. Dua bulan kemudian aparat Kejaksaan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dan menetapkan empat mantan pejabat tinggi di bank milik pemerintah daerah itu sebagai tersangka. 

Namun, setelah ditetapkan sebagai tersangka, para mantan pejabat tinggi ini belum ditahan Kejaksaan hingga kini. Sementara itu selain perkara ini, dalam kesempatan tersebut, Slamet juga menyebutkan akan meningkatkan perkara dugaan stempel palsu Pemkab Lobar ke penyidikan dalam bulan ini. “Insyaallah dalam bulan ini,” jelasnya. 


Mataram (SUARA NTB)
PERKARA dugaan korupsi PT Bank NTB terkait pembagian dana penghargaan sebesar 24 kali penghasilan tahun 2007 dan 48 kali penghasilan tahun 2009 yang sempat menghilang, direncanakan akan ditingkatkan ke penuntutan dalam bulan ini. Rencana penuntutan tersebut dilakukan menyusul telah diterimanya hasil audit kerugian negara dari Perwakilan BPK RI di Mataram.

Kajati NTB Slamet Wahyudi SH yang ditemui Jumat (11/6) mengatakan, hasil audit tersebut sudah ada di pihaknya. Namun ia menolak menyebutkan besarnya kerugian daerah tersebut secara rinci. Dengan adanya hasil audit ini, rencanannya peningkatan ke penuntutan akan dilakukan dalam bulan ini sebelum dirinya memasuki masa pensiun. “Insyaallah sebelum saya berangkat (mengakhiri masa tugas di NTB) jadi,” tandasnya.

Kejati NTB Dinilai Tidak Tegas Picu Polemik Penagihan Kerugian Negara



updated: Kamis 26/05/2011
Sikap Kejaksaan itu mendapat penilaian minor dari LSM. Koordinator Umum Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (Gerak) NTB, Ervyn Kaffah menilai Kejaksaan tidak tegas dalam menentukan sikap. Padahal menurutnya, ada celah Kejaksaan untuk memproses hukum para mantan anggota Dewan yang menerima dana tidak sah tersebut. “Kami minta Kepala Kejati NTB mengedepankan penegakan hukum tanpa diskriminasi, jangan hanya menagih kerugian negara,” tegasnya. 

Mataram (Suara NTB)
Meski penagihan kerugian negara atas 55 mantan anggota DPRD NTB periode 1999 – 2004 mulai memicu polemik, namun Kejaksaan masih melunak. Kejaksaan Tinggi NTB belum menentukan langkah hukum alias masih persuasif, sehingga dinilai erat kaitannya dengan polemik penagihan kerugian negara dimaksud. 

Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB, Sugiyanta, SH, mengatakan, pihaknya menunggu respon dan kesadaran mantan Anggota Dewan untuk mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 12,3 miliar lebih yang dibagi – bagi dalam empat pos anggaran. “Langkah kami masih terus seperti ini, menunggu sikap kooperatif dari mantan anggota Dewan. Buktinya sudah ada yang menanggapi surat kami. Ketua DPRD NTB misalnya, sudah melunasi bersama dua orang mantan anggota dewan lainnya. Bahkan sudah ada yang mencicil,” jelas Sugiyanta menjawab Suara NTB.

Partisipasi Publik belum Terakomodir dalam Penganggaran


29 Jul 2010 -17:08:04

MATARAM,GOMONG.COM – Meski sudah dalam titik “membuka diri“, namun proses pembangunan daerah dinilai belum sepenuhnya melibatkan partisipasi publik, terutama dari sisi perencanaam penyusunan anggaran daerah. Hal ini terungkap dalam worshop Pembaharuan Proses Perencanaan dan Penganggaran Daerah yang digelar di Hotel Grand Legi Mataram, Kamis (29/7) hasil kerjasama Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan SOMASI NTB, bersama University of Murdoch Australia.

“Contoh yang kita ambil dalam workshop ini adalah pola penganggaran Pemda Kota Mataram,” kata Ketua Badan Pekerja SOMASI NTB, Ervyn Kaffah, kepada GOMONG.COM.

Soal fee, DPD desak KPK audit 27 BPD

KABAR BISNIS.COM
Sabtu, 06 Februari 2010 | 17:35 wib ET

 "Pemeriksaan KPK dan BI perlu diperluas, dan tidak hanya terbatas pada 6 BPD saja tetapi seluruh BPD di Indonesia yang berjumlah 27 Bank. Karena kuat dugaan praktek semacam ini dilakukan hampir diseluruh BPD. 

Indikasi ini terlihat dari laporan Solidaritas Masyarakat untuk Transparasi (SOMASI) Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menyebutkan BPD NTB juga memberikan dana kepada para pejabat daerah yang mencapai Rp. 9,5 miliar," pintanya.

JAKARTA, kabarbisnis.com : Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengusut tuntas skandal pemberian fee Bank Pembangunan Daerah (BPD) ke kepala daerah. Juga menindak tegas praktik pemberian fee BPD kepada pejabat daerah tanpa pandang bulu.

"DPD juga meminta Bank Indonesia (BI) lebih aktif melakukan pengawasan secara ketat kepada Perbankan, termasuk BPD. Juga mendesak BI untuk memaksimalkan fungsi intermediasi perbankan, termasuk terhadap BPD," ungkap Djasarmen Purba, Wakil Ketua Komite II DPD RI, di Jakarta, Sabtu (6/2/10).

Selain itu, sambung dia, DPD segera memanggil Menteri Dalam Negeri untuk klarifikasi yang mengatakan bahwa pemberian fee dari BPD kepada pejabat daerah tidak menyalahi aturan.

Sudah Dilarang, Fee BPD Jalan Terus



MEDIA INDONESIA
25 Januari 2010

"Praktik pemberian upeti itu dimulai 2004. Asal-muasalnya dari keputusan para pemegang saham, yakni para kepala daerah se-NTB yang memberikan wewenang kepada Komisaris Bank NTB untuk menunjuk pembina/ penasihat bank” kata Ervyn Kaffah, Koordinator Badan Pekerja Somasi, akhir pekan lalu.

la merujuk pada hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bank NTB pada 29 Mei 2004, yang menyebutkan penunjukan dewan pembina bank, yang beranggotakan para kepala daerah se-NTB, yaitu Gubernur NTB dan seluruh bupati/wali kota saat itu, yang juga adalah wakil pemda masing-masing sebagai pemilik saham.


Komentar Gubernur NTB Zainul Majdi juga tidak kalah kerasnya. "Kita anggap rekening itu adalah rekening siluman, lalu silumannya kita bungkus ke karung dan kita buang ke laut," katanya.




PELAN tapi pasti, adanya berbagai penyetoran upeti yang dilakukan bank pemerintah daerah (BPD) ke sejumlah pejabat daerah mulai terkuak. Meski sudah diketahui dan diharamkan oleh Bank Indonesia (BI), praktik penyetoran upeti ternyata tetap berlangsung. Hanya namanya yang diubah supaya terlihat samar.

Berkaca dari Kasus di NTB


SUARA MERDEKA
06 Januari 2010

SEKITAR bulan Maret 2009, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat laporan dari masyarakat Nusa Tenggara Barat mengenai dugaan korupsi berupa aliran dana atau gratifikasi dari PT Bank NTB kepada kepala daerah (gubernur dan bupati/wali kota) yang merupakan pemegang saham bank tersebut.

Aliran dana terjadi tahun 2003-2006. Kerugian negara diperkirakan Rp 2 miliar. Sebelum ada laporan itu, jauh hari KPK sebenarnya telah mengkaji kasus sejenis, namun sepertinya belum pernah dipublikasikan. Belakangan ini Bagian Pencegahan KPK mengungkapnya ke publik. Itu pun masih kulit-kulit luarnya. Bagaimana konstruksi kasusnya, belum dibeberkan.

Penelitian yang dilakukan KPK terhadap penerimaan fee atau fasilitas dari BPD tahun 2004-2008, dilakukan di enam wilayah. Fantastis, nilai fee tersebut mencapai Rp 360 miliar. Jumlah itu berasal dari Bank Sumut Rp 53,811 miliar, Bank Jabar Banten Rp 148,287 miliar, Bank Jateng Rp 51,064 miliar, Bank Jatim Rp 71,483 miliar, Bank Kaltim Rp 18,591 miliar, dan Bank DKI Rp 17,075 miliar.

”Dari kajian yang dilakukan, modusnya sama. Indikasinya, hal semacam ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Dari sampel itu saja, sudah sampai segitu jumlahnya,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin kepada Suara Merdeka, Selasa (5/1).
 
Dirut Bank Jateng Haryono membantah jumlah yang disebut KPK itu. Menurut dia, pemberian fasilitas mulai terpantau sejak 2002 hingga 2005. Besarannya lebih kurang Rp 38 miliar. Karena tahun 2005 keluar keputusan Bank Indonesia (BI), otomatis pemberian fee tidak dilakukan lagi mulai 2006.

Jasin menegaskan, yang dikaji hanya tahun 2004-2008. Sebelum tahun 2004 tidak termasuk. Fee sebelum tahun itu, tentu memerlukan penelitian lagi.
Apakah setelah ada larangan dari BI, masih terjadi pada tahun-tahun setelah itu? ”Kalau itu tanya saja ke BI, jangan tanya ke KPK,” ujar Jasin.

Jika modus kasus itu di semua wilayah yang menjadi sampel sama, mungkin kita dapat berkaca dari laporan kasus di NTB. Suara Merdeka mendapatkan data mengenai gambaran konstruksi kasus di provinsi tersebut.

OTONOMI DAERAH NUSA TENGGARA BARAT (2)



Ibarat Telur dan Ayam...
Rabu, 30 Juni 2010 | 03:37 WIB 

Oleh Khaerul Anwar dan Edna C Pattisina

Gubernur NTB yang lalu HL Srinata yang terkait kasus korupsi APBD NTB akan dieksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung, tetapi terus ditunda karena alasan kesehatan. Ervyn Kaffah dari LSM Somasi, misalnya, melihat sosok Gubernur NTB TGH M Zainul Madji cukup terbuka dan maju pikirannya. ”Tapi, karena dia merangkap TGH (tuanku guru), orang jadi takut mengkritisi,” kata Ervyn.


Baik tokoh bangsawan maupun agama masih memainkan otoritas primordial dalam pilkada. Padahal, pilkada diharapkan mampu memfasilitasi rakyat untuk memilih seobyektif mungkin calon-calon yang ada sesuai dengan visi-misinya.


Namun, yang terjadi adalah pertimbangan primordial dan mengandalkan figur. Menurut Ervyn, ini yang harus diubah karena sering kali figur itu tidak berkualitas. Kedua, ketika figur itu berkualitas, ia terikat secara primordial kepada lingkaran pengaruh yang ada di sekitarnya. ”Akibatnya, program tidak ada yang beres, proyek-proyek ditentukan sendiri oleh orang-orang itu untuk kalangan mereka,” kata Ervyn.

Laporan Somasi Ditindaklanjuti. Kejati Mulai Periksa Mantan Petinggi PT Bank NTB

Mataram (Suara NTB)-
Usai dilaporkan secara remsi tentang adanya dugaan korupsi oleh SOMASI NTB pada senin (10/8) lalu aparat Kejaksaan mulai melakukan langkah awal dengan mengklarifikasi para mantan petinggi PT Bank NTB. Jum’at (14/8) kemarin, mantan pejabat Bank NTB, Drs Rh yang dimintai klarifikasi oleh aparat kejaksaan.

Informasi yang dihimpun Suara NTB, Rh dimintai keterangan sejak pagi hari. Begitu tiba dikantor Kejati, Rh yang mengenakan baju batik kemudian diarahkan ke ruang Penyidik Pidana Khusus. Ditempat tersebut pemeriksaan tingkat penyelidikan terhadapnya pun dilakukan.

Kejati Periksa Dua Orang Terkait Dugaan Kerugian Bank NTB

Bupati Lombok Barat (Lobar) H Zaini Arony menolak berkomentar panjang terkait laporan kerugian Bank NTB, yang disampaikan SOMASI ke Kejati beberapa hari lalu. ”Saya orang baru di Bank NTB, baik secara pribadi maupun kepala daerah,” tegasnya pada wartawan, kemarin.

Menurut Zaini, menyampaikan suatu laporan ke penegak hukum hak setiap warga negara. ”Itu hak mereka. Jadi, kita tunggu saja hasilnya di pengadilan,” jelasnya.


 Mataram-Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB mulai memproses Laporan Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) tentang dugaan kerugian di Bank NTB. Kemarin, penyidik tindak pidana khusus (pidsus) memeriksa dua orang terkait dugaan raibnya dana miliaran rupiah pada bank pelat merah itu.
”Kami tengah melakukan langkah hukum, hari ini memang ada pemeriksaan,” kata Kepala Kejati NTB Slamet Wahyudi pada Lombok Post, siang kemarin.
Hanya saja, jaksa tinggi itu tidak membeberkan secara jelas siapa dan dalam kapasitas apa dua orang yang diperiksa itu. Alasannya, hal tersebut dapat mengganggu jalannya pemeriksaan.

Dugaan Penyimpangan di PT Bank NTB: Wali Kota Tegaskan Tak Ada Pemindahan Rekening

Mataram (Suara NTB)-
Laporan Dugaan Penyimpangan yang diduga terjadi di tubuh PT. Bank NTB yang dilaporkan oleh SOMASI (Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi) NTB, Senin (10/8) lalu, ditanggapi Walikota Mataram H Moh Ruslan SH. Ditemui di ruang kerjanya selasa (11/8) kemarin, walikota menegaskan sebagai salah satu pemegang saham di bank milik pemerintah daerah itu, dia menghargai upaya hukum yang ditempuh Somasi.

Menurut dia kemungkinan Somasi mempunyai analisa-analisa lain terhadap Bank NTB. Ia menegaskan, khusus untuk Kota mataram tidak ada istilah pindah rekening. Namun, sebuah sumber, kepada SUARA NTB mengaku, kuat dugaan terjadi penggunaan dana kemasyarakatan yang tidak sesuai peruntukkannya.
Di Bank NTB, jelas sumber itu, terdapat pos dana peduli sosial kemasyarakatan yang diperuntukkan bagi kegiatan2 kemasyarakatan. Dana itu bisa cair manakala ada tanda tangan kepala daerah bersangkutan. Pada saat transisi pemegang saham di Bank NTB, menurut informasi, sempat terjadi pencairan dana dimaksud.
Tak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 800 juta. Anehnya, anggaran itu disebut-sebut bukan untuk kepentingan masyarakat melainkan diduga digunakan oleh oknum tertentu. Padahal waktu itu mestinya spesimen tandatangan salah satu kepala daerah tidak lagi berlaku, mengingat kepala daerah yang baru sudah dilantik. Ironisnya, meski mengetahui secara pasti bahwa unsur pemegang saham sudah mengalami perubahan dengan dilantiknya kepala daerah yang baru, manajemen Bank NTB diduga tetap mencairkan dana itu.

Terkait Laporan SOMASI ke Kejati NTB, Bupati Loteng Siap Diperiksa



Bupati Akui Ada Dana Masuk ke Rekeningnya Rp 180 juta, Namun Sudah Dikembalikan ke Kas Daerah

Lombok Tengah (NR)-Terkait laporan dari Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) NTB ke Kejaksaan Tinggi NTB, yang melaporkan semua kepala daerah se-NTB Senin (10/8), adanya temuan dugaan penyimpangan anggaran di PT Bank NTB yang mencapai Rp 11,1 Milyar.
Dimana semua kepala daerah di NTB selaku pemilik saham dinilai bertanggungjawab atas dugaan penyimpangan tersebut.
Kerugian itu antara lain, dana honor pembina senilai Rp 1,32 Milyar yang merupakan keputusan para kepala daerah selaku pemegang saham. Selain itu, terdapat juga aliran dana peduli sosial kemasyarakatan Bank NTB Tahun Buku 2003-2007 senilai Rp 8,19 Milyar. Dan masih banyak dugaan lainnya seperti yang dilaporkan SOMASI.

Kejati Pelajari Laporan SOMASI Terkait Dugaan Kerugian Bank NTB. Kepala Daerah Tanggapi Beragam




LOMBOK POST
12 Agustus 2009


Mataram-Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB tengah mempelajari laporan Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) terkait dugaan kerugian di Bank NTB. ”Kami sedang pelajari laporan itu, untuk menentukan langkah selanjutnya,” kata Kajati melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat (Kasi Penkum dan Humas) Sugiyanta SH, kemarin.

Meski demikian, kata Sugiyanta, sebelum laporan itu dilayangkan SOMASI, kejati telah mendapatkan informasi tentang kasus tersebut. Bahkan kejati sudah melakukan beberapa langkah awal seperti pengumpulan data. ”Tapi, apa pun itu kami berterimakasih atas laporan tersebut,” ujar Sugiyanta pada Lombok Post, saat mendampingi Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus), Ersywo Zaimaru SH, kemarin.

PEMPROV NTB PELAJARI DUGAAN PENYIMPANGAN DANA CSR


Antaramataram.com
Hukum
Rabu, 08 April 2009 18:15 - Laporan awaludin

Koordinator Badan Pekerja Somasi NTB, Ervyn Kaffah, mengatakan, pada tahun 2004, pihaknya menemukan dana peduli sosial kemasyarakatan ini disalurkan melalui rekening khusus atas nama kepala daerah, padahal menurut aturan harus melalui rekening resmi pemerintah daerah.

Selain ke Pemprov NTB, dugaan penyimpangan terkait transfer dana CSR tersebut dilaporkan secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikoordinasikan dengan Indonesian Corruption Watch di Jakarta.

Mataram, 8/4 (ANTARA)) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) kini masih mempelajari kemungkinan adanya penyimpangan dalam pemindahan atau transfer dana Peduli Sosial Kemasyarakatan untuk Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang disalurkan PT. Bank NTB.      Gubernur NTB, H.M. Zainul Majdi menjawab pertanyaan wartawan di Mataram, Rabu, mengaku telah menerima laporan mengenai temuan dana CSR Bank NTB yang tidak ditransfer melalui rekening resmi pemerintah daerah dari LSM Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi). 
    
"Saya sudah menerima laporan dari Somasi NTB mengenai temuan-temuan itu, dan kini sedang kita pelajari," katanya.

SOMASI Laporkan Dugaan Penyelewengan Dana PSK Bank NTB ke KPK



Jpnn.com
Sabtu, 04 April 2009 , 19:19:00








Koordinator Badan Pekerja Somasi NTB, Ervyn Kaffah didampingi Koordinator Divisi Ekonomi-Politik, Yudi Darmadi, sangat menyesalkan dana PSK yang setiap tahunnya dikucurkan dari Bank NTB untuk kepentingan PSK masyarakat NTB melalui rekening pemda provinsi, kabupaten/kota se-NTB, justru mengalir ke "rekening khusus" para pejabat di propinsi dan kabupaten/dan kota se-NTB. Sehingga, dana tersebut tidak sampai ke sasaran.



JAKARTA – LSM Solidaritas Masyarakat Untuk Transparansi (Somasi) akhirnya melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dugaan penyelewengan dana Peduli Sosial Kemasyarakatan (PSK) di PT Bank NTB. Dari hasil investigasi Somasi NTB dalam kurun waktu 9 bulanterakhir, ditemukan kalau dana PSK sebesar Rp 940,890 juta yang mengalir ke rekening Pemda (Provinsi, kabupaten/kota se-NTB) yang juga pemegang saham PT Bank NTB, justru masuk ke 'rekening khusus' kepala daerah. Somasi melaporkan dugaan penyelewengan dana PSK Bank NTB ini ke KPK melalui pihak ICW di Jakarta.

Dana PSK PT.Bank NTB Diduga Mengalir ke ‘’Rekening Khusus’’ Kepala Daerah



SUARA NTB
03 April 2009


Beberapa dokumen temuan yang menguatkan dugaan penyalahgunaan PSK, dijelaskan Ervyn, berupa dokumen kredit atas RAK (rekening antar kantor) Kantor Cabang berjumlah 10 lembar. Dokumen kedua yakni dokumen debet atas rekening tujuan atau yang disebutnya ‘’rekening khusus’’milik kepala daerah.

‘’Sebagai contoh, dana yang seharusnya dikirimkan ke Pemerintah Provinsi alurnya Kantor Pusat memberitahukan kepada Kantor Cabang Utama Pejanggik bahwa pihaknya telah melakukan kredit atas RAK Kantor Cabang Pejanggik sebesar Rp 540.541.305. Selanjutnya Kantor Cabang memberitahukan kepada kantor pusat bahwa telah mendebet RAK kantor pusat atas dana ke nomor rekening (sengaja tidak dicantumkan), yang diyakini bukan rekening milik Pemrov NTB,’’ katanya. Temuan yang sama juga berlaku untuk kepala daerah lainnya di NTB.



 
Mataram (Suara NTB)
Dana Peduli Sosial Kemasyarakatan (PSK) Bank NTB tahun buku 2004 senilai Rp 940,890 juta diduga bermasalah. Alih-alih penyaluran dilakukan ke rekening pemda (propinsi, kabupaten/dan kota) yang juga pemegang saham PT. Bank NTB, dana yang nilainya hampir Rp 1 miliar tersebut justru mengalir ke “rekening khusus” kepala daerah. 

Hal itu terungkap dari hasil penelusuran yang dilakukan LSM Solidaritas Masyarakat Untuk Transparansi (Somasi) NTB selama kurun waktu 9 bulan terakhir. Somasi menemukan sejumlah dana yang diduga merupakan gratifikasi bagi kepala daerah tersebut tidak dipergunakan untuk kepentingan PSK masyarakat NTB. Pasalnya dana tersebut diduga mengalir ke rekening khusus para pejabat di propinsi dan kabupaten/dan kota.

DIDUGA ADA PENYELEWENGAN DANA PSK BANK NTB

LOMBOK SUMBAWA ONLINE
Thursday. 2 April 2009. KRIMINAL

MATARAM-PT Bank NTB (Nusa Tenggara Barat) dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi oleh SOMASI (Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi) bersama Indonesia Corruption Watch karena temuannya, Rp 940,89 juta dana Peduli Sosial Kemasyarakatan (PSK) Bank NTB Tahun 2004 yang dicairkan Juni 2005 disalurkan kepada para pejabat Gubernur NTB, bupati dan walikota se-NTB pada waktu itu, melalui rekening tidak resmi yaitu rekening pribadi yang dikenal sebagai rekening khusus kepala daerah.

Meskipun dana tersebut ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebesartiga persen dari Rp 31,363 miliar, namun berdasarkan penelusuran Somasi, penyalurna dana tersebut tidak ada yang diterima resmi oleh kas daerah masing-masing Pemerintah Provinsi NTb dan sembilan kota dan Kabupaten  se NTB.”Seharusnya tercatat sebagai penerimaan daerah,” kata Koordinator Badan Pekerja Somasi, Ervyn Kaffah.

Dana CSR Bank NTB Tak Masuk Rekening Resmi



Pola Ini Rawan Penyimpangan
03/05/2009


‘’Pada tahun 2004, kami menemukan dana peduli sosial kemasyarakatan ini disalurkan melalui rekening khusus atas nama kepala daerah. Padahal aturannya, harus melalui rekening resmi pemerintah daerah,’’ terang Ervyn Kaffah, Koordinator Badan Pekerja Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi  NTB, di Mataram, Kamis (2/4).


Pada 2004, setidaknya ada Rp940,890 juta dana CSR yang disalurkan Bank NTB pada pemerintah daerah. Somasi memiliki tujuh salinan resmi kalau dana ini tidak ditransfer melalui rekening resmi milik pemerintah daerah. Melainkan melalui rekening atas nama kepala daerah. Dana CSR ini disalurkan tiap tahun. Kurun waktu 2003 – 2004, dana CSR yang ditransfer Bank NTB mencapai Rp4,5 miliar. Penyaluran dana ini, sesuai prosentase kepemilikan saham Bank NTB.

MATARAM, NTB POST – Dana Peduli Sosial Kemasyarakatan untuk Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang disalurkan PT Bank NTB ditemukan tak ditransfer melalui rekening resmi pemerintah daerah. Namun rekening itu ditransfer melalui rekening khusus beberapa kepala daerah. Praktek ini diyakini rawan penyimpangan. Pemprov NTB telah menerima laporan soal ini.
            Dana CSR ini disalurkan Bank NTB setelah angkanya disetujui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dana akan disalurkan pemerintah daerah. Namun, saat penyaluran, dana ini tak melalui rekening resmi milik pemerintah daerah.

PEMILU CENTER ANGGAP PARPOL NYARIS GAGAL



Mataram, Koran BERITA (24/03/2008)

Ervyn Kaffah, Sekretaris Jenderal PEMILU CENTER: "Ini yang saya maksud parpol gagal. Dari sana sudah terlihat bahwa selama ini tidak jalan kadernisasi parpol. Yang ada bukan rekrutmen terbuka, tetapi mereka menghubungi siapa yang bakal dijagokan, kemudian proses penentuannya secara internal keputusannya didominasi elit parpol, bahkan elit di Jakarta."  

 
 
PEMILU Center meminta partai politik (Parpol) melakukan proses rekrutmen bakal calon gubernur (Bacagub)/bacawagub, secara transparan, demokratis, terbuka, dan melibatkan akses publik, menjelang Pemilu Pilkada NTB, Juli mendatang.
 

Melihat perkembangan saat ini Pemilu Center menilai parpol yang ada, telah gagal melaksanakan proses rekrutmen bila mengacu Undang-undang Parpol , Penyelenggaraa Pemilu, dan Undang-undang Pemda.

Kasus Bank NTB Cab. Sumbawa : Penyimpangan Kredit diusut Kejaksaan



Mataram. Koran BERITA (15/08/2008)


"Kredit KMWU itu juga diberikan untuk peningkatan kesejahteraan PNS dan pensiunan PNS yang memiliki wira usaha, bukan untuk karyawan swasta yang gajinya tidak lewat PT.BN," tukas Ervyn Kaffah.

SOMASI menilai ada kongkalikong dalam penyaluran kredit tersebut, yang bertujuan untuk memperkaya orang lain, atau memperkaya diri sendiri. Dalam penyalurannya tidak pernah ada kontrak kerjasama antara PT.BN dengan PT.NNT berkaitan dengan teknis pemotongan gaji debitur bersangkutan.Apalagi, para karyawan PT.NNT tersebut mengambil kredit itu bukan untuk modal usaha melainkan diduga untuk kepentingan konsumtif, membeli tanah kaplingan yang berlokasi di Olat Rarang, Sumbawa Besar."Ada unsur korupsi yang merugikan negara di sini, karena PT. BN itu milik pemerintah daerah. Karena itu kami lapor KPK," katanya.



PIHAK Kejaksaan Negeri Sumbawa dalam sepekan terakhir melakukan serangkaian penyelidikan terkait dugaan penyimpangan penyaluran kredit PT.BN, sebuah Bank milik pemerintah daerah tahun 2005-2006 lalu. Kredit senilai Rp.7,5 Miliar itu diduga melibatkan 151 karyawan PT.NNT sebagai debiturnya.

"Berdasarkan pantauan kami, beberapa pejabat PT.BN cabang Sumbawa sudah mulai dipanggil untuk diperiksa Kejari Sumbawa terkait penyaluran kredit itu," kata sebuah sumber di Sumbawa, Jumat (14/3) kemarin.  Sebelumnya, SOMASI NTB melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan surat laporan yang ditembuskan ke Pimpinan Bank Indonesia (pusat) di Jakarta, Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung RI, Kapolda NTB, dan Kajati NTB. Laporan tersebut disampaikan SOMASI NTB akhir Februari lalu.

Di Bank NTB Cabang Taliwang GeRAK NTB Temukan Dugaan Rp. 14,3 Miliar Kredit Bermasalah


Suara NTB, 31 Juli 2008

Menurut Ervyn, modus penggunaan secara pribadi ini, oknum pegawai Bank NTB memalsukan tandatangan pemohon kredit. Mulai dari berkas permohonan sampai pencairan kredit. ”Mereka menggunakan jaminan kredit yang digunakan debitur sebelumnya yang telah menerima kucuran kredit atau kata lain, mengunakan dokumen yang dikuasai bank,” cetusnya.

Tidak hanya itu, lanjut Ervyn yang didampingi Muhammad Rizal dari YSTP, GeRAK NTB juga menemukan adanya pengucuran kredit topengan (pinjam nama, red) terhadap 44 orang debitur dengan nilai mencapai Rp 8,4 milyar yang berpotensi merugikan bank. Dari 44 debitur hanya delapan orang saja yang menerima pengucuran kredit tersebut.

 

Taliwang (Suara NTB) -

Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) NTB bersama Yayasan Serikat Tani Pembangunan (YSTP) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang melakukan investigasi terhadap kasus dugaan penyimpangan di tubuh Bank NTB Cabang Taliwang tidak sia-sia. Dari penelusurannya tersebut, ke dua lembaga ini menemukan indikasi penyimpangan kredit senilai Rp 14,3 milyar.

Pembahasan Revisi UU Komisi Yudisial Tahun Ini

Sinar Harapan
31/8/2003

 
Sejumlah akademisi, praktisi praktisi hukum, dan pemerhati masalah hukum tergabung dalam Forum Masyarakat untuk Peradilan Bersih, mendesak DPR merevisi Undang-Undang KY. Desakan sama disurakan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mendorong DPR agar memperluas kewenangan KY mengawasi hakim.
 

”Mahkamah Konstitusi telah menghambat reformasi hukum,” kata Ketua Forum Ervyn Kaffah di Gedung DPD, Jakarta, Rabu. 




Jakarta–Badan Legislasi (Baleg) DPR akan memprioritaskan pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Yudisial (UU KY). Namun, waktu pembahasannya masih menunggu hasil kajian akademis maupun empiris yang dilakukan oleh Baleg. 

Jika hasil kajian itu menyimpulkan bahwa revisi terhadap UU KY merupakan tindakan yang mendesak, Baleg akan memutuskan untuk memasukkan RUU KY untuk dibahas pada tahun ini.

Penetapan Bacagub. Parpol Didesak, Parpol Mengelak

19/19/2007

Mataram (SUARA NTB).
Pemilu Kepala Daerah NTB tinggal dalam hitungan bulan. Tetapi, belum belum ada satupun partai politik (Parpol) yang telah mendeklarasikan secara resmi pasangan calon yang akan diusung. Hal ini dinilai akan mengakibatkan masyarakat kurang mengenal calonnya. Namun, Parpol berkelit. Bagi mereka demokrasi memang mahal. Menurut mereka, penetapan pasangan calon tak bisa dibuat dalam waktu singkat.

SIKAP Parpol-parpol yang seolah-olah mengulur-ulur penetapan calon memang pantas membuat masyarakat geregetan. Bahkan, belakangan sikap ini mulai mengundang penilaian miring. Salah satu penilaian miring itu bahwa Parpol ingin mencari keuntungan dengan memperlambat penetapan Bacagub/Bacawagub. Demikian penilaian Koordinator Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI), Ervyn Kaffah, melalui ”press release” yang diterima Suara NTB, Selasa (18/9) kemarin.

Ervyn mendesak Parpol segera menetapkan pasangan calon yang akan mereka usung. Tujuannya, agar masyarakat bisa lebih mengenal dan memiliki waktu cukup panjang untuk menilai para calon pemimpin mereka, sebelum dipilih pada 19 Mei 2008 mendatang.

DPR Didesak Segera Merevisi Undang-Undang Komisi Yudisial

Rabu, 30 Agustus 2006 | 13:49 WIB 

"Mahkamah Konstutusi telah menghambat reformasi hukum," kata Ketua Forum Ervyn Kaffah di gedung Dewan Perwakilan Daerah, Rabu (30/8). 

Forum berharap Dewan Perwakilan Daerah ikut mendesak DPR agar memperluas kewenangan Komisi Yudisial, tidak sebatas pengawasan kode etik dan perilaku hakim tetapi juga mengawasi kinerjanya. 


TEMPO Interaktif, Jakarta:Sejumlah akademisi, praktisi praktisi hukum, dan pemerhati masalah hukum, yang menamakan diri Forum Masyarakat untuk Peradilan Bersih, mendesak DPR merevisi Undang-undang Komisi Yudisial. Mereka mengaku prihatin dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materiil aturan pengawasan hakim oleh Komisi Yudisial.