Translate

Kamis, 08 Oktober 2015

APBD-Perubahan 2015, Angka Kemiskinan Meningkat, Anggaran Dewan Ikut Naik

  ‘’Saya kira ini harus ada penjelasan yang memadai, apa yang menyebabkannya dan kenapa bisa terjadi peningkatan itu,’’ ujar Ervyn.
Sementara jika dilihat efektivitas reses Dewan belum cukup memuaskan karena tidak semua aspirasi masyarakat dapat dikonkretkan dalam bentuk kebijakan. Hal tersebut terjadi menurut Ervyn karena Dewan tidak memiliki sistem akuntabilitas yang jelas.
Ervyn berpendapat, selama ini reses yang dilakukan Dewan belum memiliki sistem akuntabilitas yang jelas. Akibatnya, masyarakat tak bisa mengukur tingkat efektivitas reses yang dilakukan. Apakah aspirasi masyarakat yang diserap dalam reses tersebut sudah diakomodir atau tidak, masyarakat pun kerap kali tidak mengetahuinya karena tidak didukung oleh sistem akuntabilitas.


 
Mataram (Suara NTB)-
Anggaran reses dan sejumlah komponen penunjang aktifitas DPRD Provinsi NTB mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada APBD Perubahan 2015. Peningkatan anggaran para wakil rakyat NTB ini mendapat sorotan karena terjadi di tengah angka kemiskinan di NTB yang meningkat.


Data yang diperoleh Suara NTB dari Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) SKPD Sekretariat DPRD NTB memperlihatkan, peningkatan dalam sejumlah komponen program peningkatan kapasitas lembaga perwakilan rakyat daerah di DPRD NTB. Salah satu komponen yang meningkat secara dramatis adalah anggaran reses. Item kegiatan reses ini, mengalami peningkatan sebesar 46,23 persen. Dari Rp 7.945.448.000 pada APBD Murni, menjadi Rp 11.618.923.000 pada APBD Perubahan.
Selain reses, sejumlah item kegiatan lainnya juga mengalami lonjakan. Misalnya, kegiatan kunjungan kerja pimpinan dan anggpota DPRD dalam daerah yang mengalami kenaikan dari Rp 4.000.000.000 sebelum perubahan menjadi Rp 7.553.645.350 setelah perubahan.

Hendriadi, SE dari Divisi Riset, Evaluasi dan Pengembangan, Somasi NTB menilai, kenaikan anggaran reses Dewan tersebut sangat tidak elok dari sisi etika. ‘’Bagaimana mungkin Dewan justru menaikkan anggaran resesnya, sementara angka kemiskinan semakin bertambah.’’
Seperti diketahui, data terbaru yang dirilis oleh BPS menyebutkan jumlah penduduk miskin di NTB bertambah sebanyak 7.260 orang pada periode September 2014 hingga Maret 2015.
Kenaikan anggaran reses Dewan di tengah situasi ini dianggap menyalahi azas proporsionalitas. Di tengah semakin banyaknya masyarakat yang bertambah miskin, Dewan tidak seharusnya menambah anggaran reses. Justru, jumlah belanja publik yang harusnya lebih diprioritaskan. Begitu juga dari azas prioritas, yang harus dikedepankan adalah belanja publik dan pengurangan angka kemiskinan. “Bukan malah anggaran reses atau perjalanan Dewannya yang dinaikkan,’’ kritik Hendriadi.
Sekjen FITRA NTB, Ervyn Kaffah, ST yang ditemui Suara NTB, Rabu (30/9) mengatakan, peningkatan anggaran reses Dewan pada APBD-Perubahan ini cukup signifikan. Padahal pada APBD Murni trennya sudah cukup bagus. ‘’Saya kira ini harus ada penjelasan yang memadai, apa yang menyebabkannya dan kenapa bisa terjadi peningkatan itu,’’ ujar Ervyn.
Sementara jika dilihat efektivitas reses Dewan belum cukup memuaskan karena tidak semua aspirasi masyarakat dapat dikonkretkan dalam bentuk kebijakan. Hal tersebut terjadi menurut Ervyn karena Dewan tidak memiliki sistem akuntabilitas yang jelas.
Ervyn berpendapat, selama ini reses yang dilakukan Dewan belum memiliki sistem akuntabilitas yang jelas. Akibatnya, masyarakat tak bisa mengukur tingkat efektivitas reses yang dilakukan. Apakah aspirasi masyarakat yang diserap dalam reses tersebut sudah diakomodir atau tidak, masyarakat pun kerap kali tidak mengetahuinya karena tidak didukung oleh sistem akuntabilitas.
‘’Jika seperti itu maka reses itu hanya objek mati. Hanya sebagai tempat memungut aspirasi saja, jika tidak dijelaskan apakah aspirasi masyarakat itu sudah masuk atau tidak.”
Untuk itu, kedepannya perlu ada perbaikan pola akuntabilitas kinerja Dewan. Khususnya dalam menyerap aspirasi konstituennya dalam masa reses. ‘’Berapa persen aspirasi masyarakat itu dapat diterjemahkan dalam kebijakan? Sehingga dengan akuntabilitas, masyarakat bisa melihat efektivitas reses, dan reses Dewan itu bisa menjadi lebih terukur.’’
Kenaikan anggaran reses Dewan ini juga mendapat sorotan dari kalangan aktivis mahasiswa. Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Mataram, Junan Helmi mengatakan kenaikan anggaran reses itu tidak etis, karena tidak diikuti oleh perbaikan kinerja Dewan.
‘’Menurut saya ini tidak etis, kenaikan anggaran reses ini tidak diikuti dengan perbaikan kinerja Dewan. Misalnya meningkatnya angka kemiskinan di NTB ini kan tidak bisa dilepaskan dari kinerja anggota Dewan yang tidak maksimal. Jika memang Dewan itu bekerja seharusnya dengan anggaran yang cukup besar mampu untuk menangkap apa persoalan masyarakat dan selanjutnya untuk diperjuangkan, tugas anggota Dewan itu kan untuk itu,’’ terang Junan. (ndi)

sumber: http://suarantb.co.id/2015/09/30/apbd-perubahan-2015-angka-kemiskinan-meningkat-anggaran-dewan-ikut-naik.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar