Butuh Kerja Keras untuk Tumbuhkan Semangat Wirausaha
Date:
in: Headline, Indeks, pelanggan, Suara, Suara Mataram, Suara Nusantara, Suara Pulau Lombok, Suara Pulau Sumbawa, Tokoh
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Ervyn
Kaffah menegaskan, kinerja serapan APBN maupun APBD seharusnya
digenjot. Dengan demikian, pelambatan ekonomi bisa diimbangi oleh
belanja pemerintah yang terjaga sepanjang tahun. Kenyataannya, di tengah
situasi ekonomi yang melambat, justru serapan anggaran pemerintah pusat
dan daerah cenderung menumpuk di akhir tahun. Pemda seolah tak memiliki
prioritas dalam mengeksekusi anggaran terutama program-program SKPD
yang diharapkan dapat mengungkit perekonomian masyarakat.................................................
Fundamen ekonomi yang kuat ditopang oleh unit-unit usaha kecil yang
tangguh. Unit ekonomi yang kerap dipandang sebelah mata itu justru
paling berjasa menyelamatkan Indonesia dari terpaan krisis. Namun,
merangsang tumbuhnya usaha kecil jelas bukan pekerjaan rumah yang mudah.
Mengapa demikian?
“INI soal membangun mindset (pola pikir) masyarakat kita,” ujar Sekretaris Komisi III DPRD NTB, M. Hadi Sulthon dalam diskusi terbatas yang digelar Suara NTB, Sabtu (12/9) lalu.
Ia menegaskan, saat ini masih banyak masyarakat yang terbelenggu oleh cara berpikir yang kurang mendukung semangat berwirausaha. Menurutnya, ketika memiliki uang banyak hasil menjual aset, masyarakat awam kerap kali tergiur untuk membelanjakan uangnya di sektor yang tidak produktif. Karenanya, ia menegaskan pentingnya peranan para tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan ulama untuk mengajak masyarakat gemar berwirausaha. Pendapat ini diamini pula oleh peserta diskusi lainnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Mataram, Dr. Firmansyah menilai, saat ini analogi kebijakan “memberi kail dan umpan” kepada masyarakat sebenarnya kurang tepat. “Seharusnya, selain memberi kail dan umpan ajak juga mereka memancing. Kasih tahu mereka, ‘ini lho tempat mancing yang bagus,” ujarnya.
Pegiat Lembaga Pengembangan Studi (Lepitek), Lalu Ahmad Rahmat mengakui, pola pikir masyarakat memang belum terbiasa berpikir kreatif dalam berusaha. Masyarakat peternak dan petani yang menjadi binaannya menurutnya juga masih sulit menerima ajakan untuk berkreasi di bidang kerja mereka. Bahkan, menurut Rahmat, mereka biasanya lebih senang menerapkan metode-metode konvensional dalam berusaha.
Selain membangun pondasi lewat jalur usaha masyarakat, situasi ekonomi yang kurang bersahabat seharusnya juga diantisipasi dengan memaksimalkan belanja pemerintah melalui APBN dan APBD.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Ervyn Kaffah menegaskan, kinerja serapan APBN maupun APBD seharusnya digenjot. Dengan demikian, pelambatan ekonomi bisa diimbangi oleh belanja pemerintah yang terjaga sepanjang tahun. Kenyataannya, di tengah situasi ekonomi yang melambat, justru serapan anggaran pemerintah pusat dan daerah cenderung menumpuk di akhir tahun. Pemda seolah tak memiliki prioritas dalam mengeksekusi anggaran terutama program-program SKPD yang diharapkan dapat mengungkit perekonomian masyarakat.
Ervyn menyebutkan secara umum capaian serapan anggaran APBD NTB 2015 per 31 Agustus baru mencapai 57 persen. Hampir dipastikan, tahun ini tren penumpukan belanja di akhir tahun bakal terulang kembali.
Dikatakan, jika realisasi anggaran menumpuk di akhir tahun maka resikonya sangat besar seperti ketidakhati-hatian dalam penggunaan anggaran. “Tapi secara umum, apa yang diperlihatkan dalam serapan anggaran itu, tidak ada prioritas pemerintah. Memang ada disusun prioritas para perencana di Bappeda,” ucapnya.
Jika seperti itu kondisinya, kata Ervyn maka tak ada prioritas dalam mengeksekusi program-program unggulan pimpinan daerah. Ia melihat, seharusnya ada prioritas dalam mengeksekusi anggaran terutama pada SKPD-SKPD rumpun hijau yang melaksanakan program unggulan, begitu juga pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Karena program-program yang dijalankan SKPD tersebut dihajatkan untuk mempercepat peningkatakan kesejahteraan masyarakat.
“Apapun situasinya, bagaimana eksekusi program prioritas kita ini bisa jalan. Nah itu yang belum kelihatan sekarang,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Bappeda NTB, H. Yusron Hadi, ST, MUM mengatakan dengan APBDP 2015 yang mencapai angka Rp 3,7 triliun sesungguhnya NTB sudah cukup bagus dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. Yusron mengatakan, peran dana pemerintah baik pusat dan daerah di NTB sangat signifikan memutar perekonomian masyarakat.
Sehingga, pertumbuhan ekonomi untuk percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat dipengaruhi oleh serapan anggaran pemerintah. Dengan anggaran sebesar Rp 3,7 triliun itu, jika benar-benar dioptimalkan ia yakin akan mengungkit perekonomian masyarakat.
“Tanggung jawab membangun itu tidak serta merta hanya menjadi tugas pemda. Ada kewenangan pemerintah pusat di daerah, pemerintah provinsi di kabupaten/kota. Tahun 2015/2016 ini sesuangguhnya momentum yang sangat tepat untuk pemerintah pusat, daerah baik provinsi dan kabupaten/kota untuk mensinergikan keinginan, harapan melalui dokumen perencanaan,” katanya.
Dalam sebuah perencanaan program, kata Yusron, memgacu kepada RPJMD dan RTRW. Dua dokumen perencanaan ini pada level nasional dan daerah sudah mengalami perubahan-perubahan. Artinya, perencanaan pembangunan di daerah mengacu kepada program nawacita Presiden Ir. H. Joko Widodo yang tertuang dalam RPJMN. Sehingga, RPJMD dan RTRW otomatis dilakukan review dan penyesuaian.
“Pemprov akan melakukan review, bagaiman gerakannya, begitu juga RTRW provinsi. Termasuk tujuh kabupaten/kota yang akan melakukan Pemilukada juga akan menyusun RPJMD masing-masing. Sehingga tahun 2016 adalah tahun perencanaan, momentum kita membangun sinergitas antara pusat dan daerah yang lebih kuat lagi,” ucapnya.
Terkait dengan penyerapan anggaran, Yusron mengatakan memang ada target-target yang sudah ditetapkan pada tiap triwulan. Dalam kenyataannya, ada target-target yang tak mampu dicapai alias tak terserap. Ia menyebutkan lambatnya serapan anggaran juga disebabkan keterlambatan dana transfer. Selian itu, perubahan kelembagaan pada kementerian /lembaga juga menyebabkan terhambatnya penyerapan anggaran terutama dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (nas/aan)
“INI soal membangun mindset (pola pikir) masyarakat kita,” ujar Sekretaris Komisi III DPRD NTB, M. Hadi Sulthon dalam diskusi terbatas yang digelar Suara NTB, Sabtu (12/9) lalu.
Ia menegaskan, saat ini masih banyak masyarakat yang terbelenggu oleh cara berpikir yang kurang mendukung semangat berwirausaha. Menurutnya, ketika memiliki uang banyak hasil menjual aset, masyarakat awam kerap kali tergiur untuk membelanjakan uangnya di sektor yang tidak produktif. Karenanya, ia menegaskan pentingnya peranan para tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan ulama untuk mengajak masyarakat gemar berwirausaha. Pendapat ini diamini pula oleh peserta diskusi lainnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Mataram, Dr. Firmansyah menilai, saat ini analogi kebijakan “memberi kail dan umpan” kepada masyarakat sebenarnya kurang tepat. “Seharusnya, selain memberi kail dan umpan ajak juga mereka memancing. Kasih tahu mereka, ‘ini lho tempat mancing yang bagus,” ujarnya.
Pegiat Lembaga Pengembangan Studi (Lepitek), Lalu Ahmad Rahmat mengakui, pola pikir masyarakat memang belum terbiasa berpikir kreatif dalam berusaha. Masyarakat peternak dan petani yang menjadi binaannya menurutnya juga masih sulit menerima ajakan untuk berkreasi di bidang kerja mereka. Bahkan, menurut Rahmat, mereka biasanya lebih senang menerapkan metode-metode konvensional dalam berusaha.
Selain membangun pondasi lewat jalur usaha masyarakat, situasi ekonomi yang kurang bersahabat seharusnya juga diantisipasi dengan memaksimalkan belanja pemerintah melalui APBN dan APBD.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Ervyn Kaffah menegaskan, kinerja serapan APBN maupun APBD seharusnya digenjot. Dengan demikian, pelambatan ekonomi bisa diimbangi oleh belanja pemerintah yang terjaga sepanjang tahun. Kenyataannya, di tengah situasi ekonomi yang melambat, justru serapan anggaran pemerintah pusat dan daerah cenderung menumpuk di akhir tahun. Pemda seolah tak memiliki prioritas dalam mengeksekusi anggaran terutama program-program SKPD yang diharapkan dapat mengungkit perekonomian masyarakat.
Ervyn menyebutkan secara umum capaian serapan anggaran APBD NTB 2015 per 31 Agustus baru mencapai 57 persen. Hampir dipastikan, tahun ini tren penumpukan belanja di akhir tahun bakal terulang kembali.
Dikatakan, jika realisasi anggaran menumpuk di akhir tahun maka resikonya sangat besar seperti ketidakhati-hatian dalam penggunaan anggaran. “Tapi secara umum, apa yang diperlihatkan dalam serapan anggaran itu, tidak ada prioritas pemerintah. Memang ada disusun prioritas para perencana di Bappeda,” ucapnya.
Jika seperti itu kondisinya, kata Ervyn maka tak ada prioritas dalam mengeksekusi program-program unggulan pimpinan daerah. Ia melihat, seharusnya ada prioritas dalam mengeksekusi anggaran terutama pada SKPD-SKPD rumpun hijau yang melaksanakan program unggulan, begitu juga pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Karena program-program yang dijalankan SKPD tersebut dihajatkan untuk mempercepat peningkatakan kesejahteraan masyarakat.
“Apapun situasinya, bagaimana eksekusi program prioritas kita ini bisa jalan. Nah itu yang belum kelihatan sekarang,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Bappeda NTB, H. Yusron Hadi, ST, MUM mengatakan dengan APBDP 2015 yang mencapai angka Rp 3,7 triliun sesungguhnya NTB sudah cukup bagus dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. Yusron mengatakan, peran dana pemerintah baik pusat dan daerah di NTB sangat signifikan memutar perekonomian masyarakat.
Sehingga, pertumbuhan ekonomi untuk percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat dipengaruhi oleh serapan anggaran pemerintah. Dengan anggaran sebesar Rp 3,7 triliun itu, jika benar-benar dioptimalkan ia yakin akan mengungkit perekonomian masyarakat.
“Tanggung jawab membangun itu tidak serta merta hanya menjadi tugas pemda. Ada kewenangan pemerintah pusat di daerah, pemerintah provinsi di kabupaten/kota. Tahun 2015/2016 ini sesuangguhnya momentum yang sangat tepat untuk pemerintah pusat, daerah baik provinsi dan kabupaten/kota untuk mensinergikan keinginan, harapan melalui dokumen perencanaan,” katanya.
Dalam sebuah perencanaan program, kata Yusron, memgacu kepada RPJMD dan RTRW. Dua dokumen perencanaan ini pada level nasional dan daerah sudah mengalami perubahan-perubahan. Artinya, perencanaan pembangunan di daerah mengacu kepada program nawacita Presiden Ir. H. Joko Widodo yang tertuang dalam RPJMN. Sehingga, RPJMD dan RTRW otomatis dilakukan review dan penyesuaian.
“Pemprov akan melakukan review, bagaiman gerakannya, begitu juga RTRW provinsi. Termasuk tujuh kabupaten/kota yang akan melakukan Pemilukada juga akan menyusun RPJMD masing-masing. Sehingga tahun 2016 adalah tahun perencanaan, momentum kita membangun sinergitas antara pusat dan daerah yang lebih kuat lagi,” ucapnya.
Terkait dengan penyerapan anggaran, Yusron mengatakan memang ada target-target yang sudah ditetapkan pada tiap triwulan. Dalam kenyataannya, ada target-target yang tak mampu dicapai alias tak terserap. Ia menyebutkan lambatnya serapan anggaran juga disebabkan keterlambatan dana transfer. Selian itu, perubahan kelembagaan pada kementerian /lembaga juga menyebabkan terhambatnya penyerapan anggaran terutama dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (nas/aan)
sumber: http://suarantb.co.id/2015/09/14/dari-diskusi-terbatas-suara-ntb-2-habis-butuh-kerja-keras-untuk-tumbuhkan-semangat-wirausaha.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar