TANJUNG –
Pemetaan sosial yang digelar Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi
(SOMASI) dan Lembaga non Pemerintah Satunama di Lombok Utara menemukan,
mayoritas pasangan hidup belum memiliki buku nikah.
Bahkan, ada di antara mereka yang sudah
menikah puluhan tahun. Namun, saat ini masih belum tercatat secara resmi
dan mengantongi buku nikah.
“Kita menemukan kesadaran dan informasi
terkait pentingnya buku nikah,” tandas Badan Pekerja SOMASI NTB, Ervin
Kaffah, dalam workshop di Tanjung, kemarin (2/10).
Dia mengatakan, pihaknya menggelar
pemetaan di dua desa yaitu Desa Bayan dan Desa Karang Bajo. Secara umum
kata Ervyn, rumah tangga di dua desa itu lebih banyak belum memiliki
buku nikah.
Dari 13 Dusun di Desa Bayan,
teridentifikasi 444 KK tanpa buku nikah di pernikahan pertama, dan 158
KK tanpa buku nikah pada pernikahan lebih dari sekali.
Di Desa Karang Bajo, dari 7 Dusun tercatat 10 KK dan 118 KK yang belum memiliki buku nikah pada pernikahan pertama dan kedua.
”Di Desa Bayan, masyarakat yang tidak memiliki buku nikah didominasi pasutri dari pernikahan pertama,” kata Ervyn.
Sedangkan di desa Karang Bajo didominasi
pasutri yang menikah lebih dari sekali. Untuk itu kata dia, dibutuhkan
terobosan hukum yang berbeda untuk kedua desa.
Sementara, akademisi Iwan Tanjung
Sutarna mengatakan, ada beberapa penyebab pasangan suami istri tidak
memiliki buku nikah. Misalnya minimnya sumber informasi terkait buku
nikah. Minimnya sosialisasi, tidak memiliki putusan perceraian dari
pernikahan pertama, dan belum adanya unit layanan dan aduan.
Untuk itu, Iwan menawarkan beberapa
solusi seperti perlunya optimalisasi dan sinergi kelembagaan lintas
sektor, seperti Dukcapil, Pengadilan Agama dan Kemenag untuk mencari
solusi terkait masalah buku nikah ini.
Pihaknya juga menyarankan perlunya
dukungan dana dari pemkab guna melakukan sosialisasi administrasi
kependudukan dan isbat nikah.
Sebagai daerah pariwisata, Lombok Utara
kata dia, memiliki banyak hotel. Pemkab sebenarnya bisa membuat Perda
agar perusahaan maupun perhotelan menyumbang CSR untuk mengakomodir
isbat nikah.
“Atau pemkab menempatkan persoalan adminduk (buku nikah) sebagai program prioritas daerah,” ungkapnya.
Menurutnya, akibat pasutri yang tidak
memiliki buku nikah selain tidak mendapat kepastian hukum terhadap
status perkawinan, juga tidak adanya kepastian hukum status anak. Anak
tidak punya akta kelahiran, ini sangat menyulitkan saat anak mendaftar
sekolah atau mencari kerja.
Kasi Bimas Islam Kemenag Lombok Utara
Kholilul Rahman tak menampik jika kesadaran masyarakat rendah untuk
mengurus buku nikah. Namun, melalui program pemkab, PA dan Kemenag, kini
sudah disiapkan isbat nikah secara kolektif oleh masyarakat. Syaratnya
pasutri harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dan membayar
biaya sekitar Rp 350 ribu.
”Ada 2.500 buku nikah yang sudah kita siapkan untuk isbat nikah,” tandasnya.
Dari data yang diperoleh di Dinas
Dukcapil LomboK Utara sebanyak 75 persen pasangan di Lombok Utara belum
memiliki buku nikah. Itu berarti, dari 1.000 pasangan, hanya 250
pasangan yang memiliki buku nikah.Terpisah, Sekdis Dukcapil, H Rubain
mengatakan, pihaknya sudah merencanakan sidang isbat nikah ini menjadi
salah satu program kerja di pemkab.
Dalam hitungannya, jika ada anggaran Rp
500 juta, maka itu sudah bisa untuk isbat nikah 1.000 pasangan yang bisa
memiliki buku nikah setiap tahunnya. Jika ini disetujui, maka 2020
seluruh pasangan di Lombok Utara sudah memiliki buku nikah. (puj/r10)
sumber: http://www.lombokpost.net/2015/10/03/mayoritas-keluarga-tanpa-buku-nikah/
sumber: http://www.lombokpost.net/2015/10/03/mayoritas-keluarga-tanpa-buku-nikah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar