Translate

Senin, 12 Oktober 2015

Mayoritas Keluarga Tanpa Buku Nikah

TANJUNG – Pemetaan sosial yang digelar Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) dan Lembaga non Pemerintah Satunama di Lombok Utara menemukan, mayoritas pasangan hidup belum memiliki buku nikah.
Bahkan, ada di antara mereka yang sudah menikah puluhan tahun. Namun, saat ini masih belum tercatat secara resmi dan mengantongi buku nikah.
“Kita menemukan kesadaran dan informasi terkait pentingnya buku nikah,” tandas Badan Pekerja SOMASI NTB, Ervin Kaffah, dalam workshop di Tanjung, kemarin (2/10).

Dia mengatakan, pihaknya menggelar pemetaan di dua desa yaitu Desa Bayan dan Desa Karang Bajo. Secara umum kata Ervyn, rumah tangga di dua desa itu lebih banyak belum memiliki buku nikah.
Dari 13 Dusun di Desa Bayan, teridentifikasi 444 KK tanpa buku nikah di pernikahan pertama, dan 158 KK tanpa buku nikah pada pernikahan lebih dari sekali.
Di Desa Karang Bajo, dari 7 Dusun tercatat 10 KK dan 118 KK yang belum memiliki buku nikah pada pernikahan pertama dan kedua.
”Di Desa Bayan, masyarakat yang tidak memiliki buku nikah didominasi pasutri dari pernikahan pertama,” kata Ervyn.
Sedangkan di desa Karang Bajo didominasi pasutri yang menikah lebih dari sekali. Untuk itu kata dia, dibutuhkan terobosan hukum yang berbeda untuk kedua desa.
Sementara, akademisi Iwan Tanjung Sutarna mengatakan, ada beberapa penyebab pasangan suami istri tidak memiliki buku nikah. Misalnya minimnya sumber informasi terkait buku nikah. Minimnya sosialisasi, tidak memiliki putusan perceraian dari pernikahan pertama, dan belum adanya unit layanan dan aduan.
Untuk itu, Iwan menawarkan beberapa solusi seperti perlunya optimalisasi dan sinergi kelembagaan lintas sektor, seperti Dukcapil, Pengadilan Agama dan Kemenag untuk mencari solusi terkait masalah buku nikah ini.
Pihaknya juga menyarankan perlunya dukungan dana dari pemkab guna melakukan sosialisasi administrasi kependudukan dan isbat nikah.
Sebagai daerah pariwisata, Lombok Utara kata dia, memiliki banyak hotel. Pemkab sebenarnya bisa membuat Perda agar perusahaan maupun perhotelan menyumbang CSR untuk mengakomodir isbat nikah.
“Atau pemkab menempatkan persoalan adminduk (buku nikah) sebagai program prioritas daerah,” ungkapnya.
Menurutnya, akibat pasutri yang tidak memiliki buku nikah selain tidak mendapat kepastian hukum terhadap status perkawinan, juga tidak adanya kepastian hukum status anak. Anak tidak punya akta kelahiran, ini sangat menyulitkan saat anak mendaftar sekolah atau mencari kerja.
Kasi Bimas Islam Kemenag Lombok Utara Kholilul Rahman tak menampik jika kesadaran masyarakat rendah untuk mengurus buku nikah. Namun, melalui program pemkab, PA dan Kemenag, kini sudah disiapkan isbat nikah secara kolektif oleh masyarakat. Syaratnya pasutri harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dan membayar biaya sekitar Rp 350 ribu.
”Ada 2.500 buku nikah yang sudah kita siapkan untuk isbat nikah,” tandasnya.
Dari data yang diperoleh di Dinas Dukcapil LomboK Utara sebanyak 75 persen pasangan di Lombok Utara belum memiliki buku nikah. Itu berarti, dari 1.000 pasangan, hanya 250 pasangan yang memiliki buku nikah.Terpisah, Sekdis Dukcapil, H Rubain mengatakan, pihaknya sudah merencanakan sidang isbat nikah ini menjadi salah satu program kerja di pemkab.
Dalam hitungannya, jika ada anggaran Rp 500 juta, maka itu sudah bisa untuk isbat nikah 1.000 pasangan yang bisa memiliki buku nikah setiap tahunnya. Jika ini disetujui, maka 2020 seluruh pasangan di Lombok Utara sudah memiliki buku nikah. (puj/r10)

sumber: http://www.lombokpost.net/2015/10/03/mayoritas-keluarga-tanpa-buku-nikah/
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar