MINGGU, 13 JUL 2014, JAM 17 : 01
Ditulis oleh: Zul Fahmi
Ditulis oleh: Zul Fahmi
LOMBOKita – Sekretaris Jendral Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Ervyn Kaffah menyarankan agar pemerintah Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dibawah kepemimpinan Bupati Ali Bin Dachlan menetapkan belanja modal minimal 30 persen setahun.
Hal itu dikatakan Ervyn Kaffah menanggapi pernyataan Kabid. Dikmen Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lombok Timur Supriadi, bahwa pihak SMK dan SMA diberikan otoritas untuk menentukan besaran biaya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). (Baca: SMA/SMK Diberikan Otonomi Tentukan Biaya PPDB).
Menurut Ervyn Kaffah, pernyataan Kabid Dikmen Dikpora Lombok Timur tersebut menunjukkan orientasi alokasi dana pendidikan harus menjadi prioritas ke belanja infrastruktur, sehingga sekolah tidak membebankan siswa untuk pemberian honor guru. “Pembayaran honor guru itu harusnya dari APBD, bukan hasil pungutan dari orangtua siswa,” sentil Ervyn Kaffah.
Jika apa yang dikatakan Kabid Dikmen Dikpora Lombok Timur itu benar, kata Ervyn, terkait minimnya ruang kelas belajar di sekolah, patut dipertanyakan anggaran pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten Lombok Timur. “Patut dipertanyakan, bisa jadi manajemennya yang buruk. Sebab, alasan-alasan yang dikatakan Pak Kabid Dikmen itu semuanya menjadi tugas pemerintah,” tandas Ervyn.
Karena itu, Ervyn Kaffah menyarankan kepada Bupati Lombok Timur, HM. Ali Bin Dachlan agar membatasi laju pertumbuhan belanja pegawai tidak lebih dari 10 persen setahun dan menetapkan belanja modal minimal 30 persen setahun atau lebih besar lagi lebih bagus.
Hal itu dikatakan Ervyn Kaffah menanggapi pernyataan Kabid. Dikmen Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lombok Timur Supriadi, bahwa pihak SMK dan SMA diberikan otoritas untuk menentukan besaran biaya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). (Baca: SMA/SMK Diberikan Otonomi Tentukan Biaya PPDB).
Menurut Ervyn Kaffah, pernyataan Kabid Dikmen Dikpora Lombok Timur tersebut menunjukkan orientasi alokasi dana pendidikan harus menjadi prioritas ke belanja infrastruktur, sehingga sekolah tidak membebankan siswa untuk pemberian honor guru. “Pembayaran honor guru itu harusnya dari APBD, bukan hasil pungutan dari orangtua siswa,” sentil Ervyn Kaffah.
Jika apa yang dikatakan Kabid Dikmen Dikpora Lombok Timur itu benar, kata Ervyn, terkait minimnya ruang kelas belajar di sekolah, patut dipertanyakan anggaran pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten Lombok Timur. “Patut dipertanyakan, bisa jadi manajemennya yang buruk. Sebab, alasan-alasan yang dikatakan Pak Kabid Dikmen itu semuanya menjadi tugas pemerintah,” tandas Ervyn.
Karena itu, Ervyn Kaffah menyarankan kepada Bupati Lombok Timur, HM. Ali Bin Dachlan agar membatasi laju pertumbuhan belanja pegawai tidak lebih dari 10 persen setahun dan menetapkan belanja modal minimal 30 persen setahun atau lebih besar lagi lebih bagus.
“Jika itu dijalankan, dampaknya pada dana saving publik meningkat, dan bisa diarahkan untuk belanja pendidikan, baik untuk pembangunan infrastruktur maupun pembayaran honor bagi guru honorer, serta dana juga bisa diarahkan untuk biaya kesehatan masyarakat,” jelas Ervyn Kaffah. (ari/lbk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar