KABAR BISNIS.COM
Sabtu, 06 Februari 2010 | 17:35 wib
ET
"Pemeriksaan KPK dan BI perlu diperluas, dan tidak hanya terbatas pada 6 BPD saja tetapi seluruh BPD di Indonesia yang berjumlah 27 Bank. Karena kuat dugaan praktek semacam ini dilakukan hampir diseluruh BPD.
Indikasi ini terlihat dari laporan Solidaritas Masyarakat untuk Transparasi (SOMASI) Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menyebutkan BPD NTB juga memberikan dana kepada para pejabat daerah yang mencapai Rp. 9,5 miliar," pintanya.
JAKARTA, kabarbisnis.com : Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengusut tuntas skandal pemberian fee Bank Pembangunan Daerah (BPD) ke kepala daerah. Juga menindak tegas praktik pemberian fee BPD kepada pejabat daerah tanpa pandang bulu.
"DPD juga meminta Bank Indonesia (BI) lebih aktif melakukan pengawasan secara ketat kepada Perbankan, termasuk BPD. Juga mendesak BI untuk memaksimalkan fungsi intermediasi perbankan, termasuk terhadap BPD," ungkap Djasarmen Purba, Wakil Ketua Komite II DPD RI, di Jakarta, Sabtu (6/2/10).
Selain itu, sambung dia, DPD segera memanggil Menteri Dalam Negeri untuk klarifikasi yang mengatakan bahwa pemberian fee dari BPD kepada pejabat daerah tidak menyalahi aturan.
Djasarmen mengaku menerima data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) soal pemberian fee oleh BPD terhadap pejabat daerah, serta hasil pemeriksaan KPK dan BI atas enam BPD yakni Bank Sumut yang telah menyerahkan dananya ke pejabat daerah sebesar Rp 53,881 miliar, Bank Jabar Banten (Rp 148,287 miliar), Bank Jateng (Rp 51,064 miliar), Bank Jatim (Rp 71,483 miliar), Bank Kaltim (Rp 18,591 miliar) dan Bank DKI (Rp 17,075 miliar).
Data KPK menyebutkan pemberian secara ilegal kepada enam pejabat daerah dari enam BPD sebesar Rp. 360 miliar. Praktek pemberian fee ini jelas melanggar PP Nomor 58 tahun 2005 yang mengatur ketentuan pengolaan keuangan daerah, disamping itu juga bertentangan dengan PP Nomor 109 tahun 2000 tentang kedudukan dan keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
"Pemeriksaan KPK dan BI perlu diperluas, dan tidak hanya terbatas pada 6 BPD saja tetapi seluruh BPD di Indonesia yang berjumlah 27 Bank. Karena kuat dugaan praktek semacam ini dilakukan hampir diseluruh BPD. Indikasi ini terlihat dari laporan Solidaritas Masyarakat untuk Transparasi (SOMASI) Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menyebutkan BPD NTB juga memberikan dana kepada para pejabat daerah yang mencapai Rp. 9,5 miliar." pintanya.
Pemberian fee, sambung Djasarmen, kepada pejabat daerah mayoritas dilatar belakangi karena Kepala Daerah dinilai berjasa membantu anggaran daerah masuk ke BPD, sehingga membuat BPD mengalami kelebihan likuiditas dan menyebabkan dana menganggur cukup besar.
Menurutnya, banyak BPD yang menjadi bandar dalam mengeluarkan kelebihan likuiditasnya di pasar uang karena tergiur mendapatkan keuntungan yang lebih besar sekitar 10 - 11% ketimbang meminjamkannya kepada pengusaha mikro dan menengah. Kebijakan ini membuat fungsi intermeditasi BPD tidak berjalan maksimal, karena BPD kurang merespon perbaikan kondisi makro ekonomi dan relaksasi kebijakan yang telah dilakukan BI sehingga mengakibatkan macetnya sektor riil. Kbc10
diakses : 01 April 2010,
12:35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar