Translate

Minggu, 07 Juni 2015

Kejati NTB Dinilai Tidak Tegas Picu Polemik Penagihan Kerugian Negara



updated: Kamis 26/05/2011
Sikap Kejaksaan itu mendapat penilaian minor dari LSM. Koordinator Umum Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (Gerak) NTB, Ervyn Kaffah menilai Kejaksaan tidak tegas dalam menentukan sikap. Padahal menurutnya, ada celah Kejaksaan untuk memproses hukum para mantan anggota Dewan yang menerima dana tidak sah tersebut. “Kami minta Kepala Kejati NTB mengedepankan penegakan hukum tanpa diskriminasi, jangan hanya menagih kerugian negara,” tegasnya. 

Mataram (Suara NTB)
Meski penagihan kerugian negara atas 55 mantan anggota DPRD NTB periode 1999 – 2004 mulai memicu polemik, namun Kejaksaan masih melunak. Kejaksaan Tinggi NTB belum menentukan langkah hukum alias masih persuasif, sehingga dinilai erat kaitannya dengan polemik penagihan kerugian negara dimaksud. 

Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB, Sugiyanta, SH, mengatakan, pihaknya menunggu respon dan kesadaran mantan Anggota Dewan untuk mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 12,3 miliar lebih yang dibagi – bagi dalam empat pos anggaran. “Langkah kami masih terus seperti ini, menunggu sikap kooperatif dari mantan anggota Dewan. Buktinya sudah ada yang menanggapi surat kami. Ketua DPRD NTB misalnya, sudah melunasi bersama dua orang mantan anggota dewan lainnya. Bahkan sudah ada yang mencicil,” jelas Sugiyanta menjawab Suara NTB.


Bagaimana dengan kepastian hukum penagihan kerugian negara? Sementara, yang menjadi dasar pihaknya, adalah putusan inkrah atas mantan Ketua DPRD NTB H.L Serinata di Pengadilan tingkat banding hingga ke MA yang menyatakan mantan politisi Golkar itu bersalah. Bahkan dalam amar putusan, disebutkan Serinata bersama-sama anggota Dewan lainnya periode itu menerima pos dana APBD 2003 yang tidak sah dan melawan hukum sehingga diminta mengembalikan uang dimaksud.

Sikap Kejaksaan itu mendapat penilaian minor dari LSM. Koordinator Umum Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (Gerak) NTB, Ervyn Kaffah menilai Kejaksaan tidak tegas dalam menentukan sikap. Padahal menurutnya, ada celah Kejaksaan untuk memproses hukum para mantan anggota Dewan yang menerima dana tidak sah tersebut. “Kami minta Kepala Kejati NTB mengedepankan penegakan hukum tanpa diskriminasi, jangan hanya menagih kerugian negara,” tegasnya.

Menurutnya, langkah penagihan kerugian negara tersebut masih mengundang tanda tanya dari sisi kepastian hukum. Sebab diketahui publik, bahwa 55 mantan anggota Dewan minus unsur pimpinan, belum diproses hukum sama sekali, namun oleh Kejaksaan mengeluarkan keputusan menagih kerugian negara, padahal belum ada status apapun terhadap mereka. 

Wajar menurutnya, muncul polemik di Gedung Udayana sampai adanya ancaman mosi tidak percaya. “Pokok masalahnya adalah langkah Kejaksaan yang masih inprosedural,” sebutnya. (ars)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar