Sementara
Solidaritas Masyarakat untuk Demokrasi (SOMASI) NTB berhasil menemukan
berbagai bukti dugaan adanya aliran dana secara siluman. Salah satunya
mengalirnya dana Peduli Sosial Kemasyarakatan (PSK) PT. Bank NTB senilai
Rp940.890 juta untuk tahun buku 2004 ke rekening khusus kepala daerah
(pejabat).
SOMASI menemukan sejumlah dana yang diduga gratifikasi bagi kepala daerah tersebut tidak digunakan untuk kepentingan PSK.
“Dana PSK setiap tahun dikucurkan dari Bank NTB ke rekening Pemda se NTB, namun kami temukan ada dana yang tidak tepat sasaran,” ungkap Koordinator Badan Pekerja SOMASI NTB, Ervyn Kaffah.
Sun, 11/01/2009 - 01:46 | admin
SOMASI menemukan sejumlah dana yang diduga gratifikasi bagi kepala daerah tersebut tidak digunakan untuk kepentingan PSK.
“Dana PSK setiap tahun dikucurkan dari Bank NTB ke rekening Pemda se NTB, namun kami temukan ada dana yang tidak tepat sasaran,” ungkap Koordinator Badan Pekerja SOMASI NTB, Ervyn Kaffah.
Sun, 11/01/2009 - 01:46 | admin
Genderang masalah yang membelit PT. Bank NTB tak kunjung reda. Kredit
macet yang meroket hingga melebihi angka Rp100 milir pun belum tuntas,
kini bank plat merah ini didera dugaan kasus korupsi dengan label
penghargaan purna bhakti, Peduli Sosial Kemasyarakatan (PSK),
Penghargaan Masa Bhakti (PMB) dan honor pembina. Protes pun bermunculan
dari berbagai elemen masyarakat yang tidak rela bank milik rakyat NTB
dijadikan asset untuk memperkaya diri pejabat.
Adalah LSM STOP KKN NTB melalui ketuanya, Langkang Putrajaya, SH., melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan uang penghargaan pengurus (komisaris dan direksi) yang dibebankan kepada PT. Bank NTB tahun 2007 dan 2008.
Sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara uji petik atas Beban Personalia pada Bank NTB pada tahun 2007 dan 2008 diketahui bahwa terdapat beban berupa uang penghargaan bagi pengurus periode 2003 – 2007 atas jasa pengabdian selama menjadi pengurus dan tahun 2008 bagi pengurus yang berakhir masa jabatannya.
Pemberian uang penghargaan tersebut didasarkan pada SK Direksi Nomor : SK/01.12/64.084/2007 tanggal 29 Oktober 2007 tentang Penghargaan Masa Bhakti (PMB) bagi pengurus periode 2003 – 2007 dan SK Direksi Nomor : SK/01.12/64/0345/2008 tanggal 17 Mei 2008 tentang PMB bagi pengurus yang tidak terpilih kembali dalam kepengurusan 2008 – 2012.
Pemeriksaan lebih lanjut atas bukti-bukti pengeluaran uang penghargaan pengurus pada tahun 2007 yang dibayarkan sebesar Rp3.201.574.708,50 dan PPh Pasal 21 yang ditanggung dan telah disetor oleh PT. Bank NTB sebesar Rp1.117.458.670,00, sehingga uang yang telah dikeluarkan dari kas bank seluruhnya mencapai Rp4.319.003.378,50. Sedangkan tahun 2008 uang penghargaan pengurus sebesar Rp1.041.882.936,00 dan PPh 21 yang ditanggung bank Rp364.659.028,00 dengan total Rp1.406.541.964,00.
“Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dinyatakan bahwa PPh dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pada tahun pajak. Ketentuan tersebut juga menyatakan bahwa atas hadiah dan penghargaan dikenakan pajak sebesar 15 %. Jadi yang seharusnya membayar pajak atas penerimaan uang penghargaan tersebut adalah penerima penghasilan, bukan harus dibebankan kepada bank,” ungkap Langkang Putrajaya, SH.
Dikatakan Langkang, akibat permasalahan tersebut telah mengakibatkan PT. Bank NTB mengalami kerugian karena terbebani PPh atas nama pengurus hingga mencapai Rp1.482.117.698,00.
“Hal tersebut terjadi karena adanya kebijakan Direksi PT. Bank NTB yang dituangkan melalui SK No. SK/01.12/64/0084/2007 tanggal 29 Oktober 2007 yang pada hakekatnya lebih menonjolkan/melegalkan kepentingan pribadi pengurus dengan cara mengorbankan kepentingan uang perusahaan sehingga dapat mengalahkan UU Pajak,” tegas Langkang.
Belum surut dengan persoalan sebelumnya, giliran Gerakan Masyarakat Pemuda Berantas Korupsi (GEMPUR-KU) NTB melalui ketuanya, Usep Syarif H, SH., dan sekretarisnya, Muhamad Alwi melaporkan kasus serupa yang terjadi pada tahun 2009.
Empat orang Direksi PT. Bank NTB yang diberhentikan secara hormat lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) tanggal 4 Juli 2009, melalui Keputusan Direksi Nomor: SK/01.12/64/0401/2009 tentang Penghargaan Purna Bhakti tertanggal 6 Juli 2009, telah “mengeruk” laba PT. Bank NTB hingga mencapai angka Rp8.145.561.726 dengan perhitungan PMB Rp6.331.496.976 dan PPh Rp1.814.064.750.
“Pemberian uang penghargaan sebesar 48 kali gaji dengan total 8,14 miliar rupiah tanpa didukung pijakan hukum yang jelas dan patut diduga adanya tindak pidana korupsi karena tidak diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankkan, UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya Pasal 11, 12B dan Pasal 13,” kata Usep.
Diungkapkan Usep, direksi diduga sengaja mengaburkan hasil keputusan RUPS-LB tentang pemberian penghargaan 48 kali gaji menjadi 48 kali penghasilan. “SK yang dikeluarkan Direksi tanggal 6 Juli yang pada tanggal 4 Juli telah diberhentikan tersebut sangat merugikan keuangan Bank NTB, sebab komponen gaji dan penghasilan perhitungannya berbeda,” tegasnya.
Dengan diterimanya uang penghargaan hingga mencapai 48 kali penghasilan, sementara empat orang mantan direksi tersebut baru efektif kerja 1 tahun, maka secara tidak langsung tanpa bekerja empat orang direksi tersebut memperoleh penghasilan hingga 60 kali. “Padahal jabatan direksi lamanya hanya empat tahun,” ungkapnya.
Yang jadi persoalan lainnya, pembayaran PPh sesuai UU No. 17 tahun 2000 seharusnya dibebankan kepada subyek pajak, tetapi yang terjadi PPh dibebankan kepada PT. Bank NTB sesuai SK yang dikeluarkan tanggal 6 Juli 2009.
Atas persoalan tersebut, GEMPUR-KU NTB melaporkan kasus PT. Bank NTB ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dengan tembusan Kejagung dan KPK dengan tanda bukti surat penerimaan dari yang dilaporkan.
Aliran Dana Bank NTB Siluman?
Sementara Solidaritas Masyarakat untuk Demokrasi (SOMASI) NTB berhasil menemukan berbagai bukti dugaan adanya aliran dana secara siluman. Salah satunya mengalirnya dana Peduli Sosial Kemasyarakatan (PSK) PT. Bank NTB senilai Rp940.890 juta untuk tahun buku 2004 ke rekening khusus kepala daerah (pejabat).
SOMASI menemukan sejumlah dana yang diduga gratifikasi bagi kepala daerah tersebut tidak digunakan untuk kepentingan PSK.
“Dana PSK setiap tahun dikucurkan dari Bank NTB ke rekening Pemda se NTB, namun kami temukan ada dana yang tidak tepat sasaran,” ungkap Koordinator Badan Pekerja SOMASI NTB, Ervyn Kaffah.
Beberapa dokumen temuan yang menguatkan dugaan penyalahgunaan dana PSK tersebut seperti dokumen kredit atas RAK (Rekening Antar Kantor) kantor cabang berjumlah 10 lembar. Dokumen lainnya yaitu dokumen debet atas rekening tujuan yaitu “rekening khusus” milik kepala daerah.
Sorotan lainnya berkaitan dengan aliran dana Coorporate Social Responsibility (CSR) yaitu dana yang khusus untuk pemberdayaan masyarakat diduga digunakan salah sasaran. Setiap tahunnya, rata-rata dana CSR ini mencapai 3 – 7,5 persen.
Humas BI Cabang Mataram, Thomy Andryas dalam keterangannya ke wartawan menyebutkan, khusus kasus dugaan korupsi di PT. Bank NTB sebagian sudah diajukan ke aparat hukum. Bahkan dikatakannya sudah ada beberapa pihak BI yang dipanggil penyidik sebagai saksi.
SOMASI NTB tidak tinggal diam, terkait dugaan kerugian Rp11.1 miliar yang dilakukan pemegang saham dilaporkan ke Kejati NTB 10 Agustus lalu. SOMASI menilai para pemegang saham yang tidak lain adalah kepala daerah harus bertanggung jawab atas raibnya dana tersebut.
Dalam laporannya SOMASI menyebutkan, kerugian Rp11.1 miliar itu terdiri dari beberapa item. Seperti dana honor Pembina senilai Rp1.32 miliar sesui keputusan pemegang saham.
Kasus lainnya yaitu dana PSK tahun 2003 – 2007 senilai Rp8.19 miliar dan penetapan dan PMB senilai Rp1.606 miliar dengan ketetapan uang PMB sebesar 24 kali gaji.
Langkah Kejati NTB benar-benar respon. Buktinya, hingga tanggal 19 Agustus 2009 sudah tujuh orang mantan petinggi Bank NTB dan beberapa orang yang masih aktif sudah dimintai klarifikasi persoalan yang dilaporkan berbagai pihak.
Kajati NTB, Slamet Wahyudi, SH. MH., mengatakan bahwa kasus PT. Bank NTB sudah langsung ditangani menindaklanjuti laporan SOMASI. Namun statusnya saat ini masih dalam pul data dan pul baket.(usep/sudirman)
sumber: http://www.sumbawanews.com/node/5502
Adalah LSM STOP KKN NTB melalui ketuanya, Langkang Putrajaya, SH., melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan uang penghargaan pengurus (komisaris dan direksi) yang dibebankan kepada PT. Bank NTB tahun 2007 dan 2008.
Sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara uji petik atas Beban Personalia pada Bank NTB pada tahun 2007 dan 2008 diketahui bahwa terdapat beban berupa uang penghargaan bagi pengurus periode 2003 – 2007 atas jasa pengabdian selama menjadi pengurus dan tahun 2008 bagi pengurus yang berakhir masa jabatannya.
Pemberian uang penghargaan tersebut didasarkan pada SK Direksi Nomor : SK/01.12/64.084/2007 tanggal 29 Oktober 2007 tentang Penghargaan Masa Bhakti (PMB) bagi pengurus periode 2003 – 2007 dan SK Direksi Nomor : SK/01.12/64/0345/2008 tanggal 17 Mei 2008 tentang PMB bagi pengurus yang tidak terpilih kembali dalam kepengurusan 2008 – 2012.
Pemeriksaan lebih lanjut atas bukti-bukti pengeluaran uang penghargaan pengurus pada tahun 2007 yang dibayarkan sebesar Rp3.201.574.708,50 dan PPh Pasal 21 yang ditanggung dan telah disetor oleh PT. Bank NTB sebesar Rp1.117.458.670,00, sehingga uang yang telah dikeluarkan dari kas bank seluruhnya mencapai Rp4.319.003.378,50. Sedangkan tahun 2008 uang penghargaan pengurus sebesar Rp1.041.882.936,00 dan PPh 21 yang ditanggung bank Rp364.659.028,00 dengan total Rp1.406.541.964,00.
“Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dinyatakan bahwa PPh dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pada tahun pajak. Ketentuan tersebut juga menyatakan bahwa atas hadiah dan penghargaan dikenakan pajak sebesar 15 %. Jadi yang seharusnya membayar pajak atas penerimaan uang penghargaan tersebut adalah penerima penghasilan, bukan harus dibebankan kepada bank,” ungkap Langkang Putrajaya, SH.
Dikatakan Langkang, akibat permasalahan tersebut telah mengakibatkan PT. Bank NTB mengalami kerugian karena terbebani PPh atas nama pengurus hingga mencapai Rp1.482.117.698,00.
“Hal tersebut terjadi karena adanya kebijakan Direksi PT. Bank NTB yang dituangkan melalui SK No. SK/01.12/64/0084/2007 tanggal 29 Oktober 2007 yang pada hakekatnya lebih menonjolkan/melegalkan kepentingan pribadi pengurus dengan cara mengorbankan kepentingan uang perusahaan sehingga dapat mengalahkan UU Pajak,” tegas Langkang.
Belum surut dengan persoalan sebelumnya, giliran Gerakan Masyarakat Pemuda Berantas Korupsi (GEMPUR-KU) NTB melalui ketuanya, Usep Syarif H, SH., dan sekretarisnya, Muhamad Alwi melaporkan kasus serupa yang terjadi pada tahun 2009.
Empat orang Direksi PT. Bank NTB yang diberhentikan secara hormat lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) tanggal 4 Juli 2009, melalui Keputusan Direksi Nomor: SK/01.12/64/0401/2009 tentang Penghargaan Purna Bhakti tertanggal 6 Juli 2009, telah “mengeruk” laba PT. Bank NTB hingga mencapai angka Rp8.145.561.726 dengan perhitungan PMB Rp6.331.496.976 dan PPh Rp1.814.064.750.
“Pemberian uang penghargaan sebesar 48 kali gaji dengan total 8,14 miliar rupiah tanpa didukung pijakan hukum yang jelas dan patut diduga adanya tindak pidana korupsi karena tidak diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankkan, UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya Pasal 11, 12B dan Pasal 13,” kata Usep.
Diungkapkan Usep, direksi diduga sengaja mengaburkan hasil keputusan RUPS-LB tentang pemberian penghargaan 48 kali gaji menjadi 48 kali penghasilan. “SK yang dikeluarkan Direksi tanggal 6 Juli yang pada tanggal 4 Juli telah diberhentikan tersebut sangat merugikan keuangan Bank NTB, sebab komponen gaji dan penghasilan perhitungannya berbeda,” tegasnya.
Dengan diterimanya uang penghargaan hingga mencapai 48 kali penghasilan, sementara empat orang mantan direksi tersebut baru efektif kerja 1 tahun, maka secara tidak langsung tanpa bekerja empat orang direksi tersebut memperoleh penghasilan hingga 60 kali. “Padahal jabatan direksi lamanya hanya empat tahun,” ungkapnya.
Yang jadi persoalan lainnya, pembayaran PPh sesuai UU No. 17 tahun 2000 seharusnya dibebankan kepada subyek pajak, tetapi yang terjadi PPh dibebankan kepada PT. Bank NTB sesuai SK yang dikeluarkan tanggal 6 Juli 2009.
Atas persoalan tersebut, GEMPUR-KU NTB melaporkan kasus PT. Bank NTB ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dengan tembusan Kejagung dan KPK dengan tanda bukti surat penerimaan dari yang dilaporkan.
Aliran Dana Bank NTB Siluman?
Sementara Solidaritas Masyarakat untuk Demokrasi (SOMASI) NTB berhasil menemukan berbagai bukti dugaan adanya aliran dana secara siluman. Salah satunya mengalirnya dana Peduli Sosial Kemasyarakatan (PSK) PT. Bank NTB senilai Rp940.890 juta untuk tahun buku 2004 ke rekening khusus kepala daerah (pejabat).
SOMASI menemukan sejumlah dana yang diduga gratifikasi bagi kepala daerah tersebut tidak digunakan untuk kepentingan PSK.
“Dana PSK setiap tahun dikucurkan dari Bank NTB ke rekening Pemda se NTB, namun kami temukan ada dana yang tidak tepat sasaran,” ungkap Koordinator Badan Pekerja SOMASI NTB, Ervyn Kaffah.
Beberapa dokumen temuan yang menguatkan dugaan penyalahgunaan dana PSK tersebut seperti dokumen kredit atas RAK (Rekening Antar Kantor) kantor cabang berjumlah 10 lembar. Dokumen lainnya yaitu dokumen debet atas rekening tujuan yaitu “rekening khusus” milik kepala daerah.
Sorotan lainnya berkaitan dengan aliran dana Coorporate Social Responsibility (CSR) yaitu dana yang khusus untuk pemberdayaan masyarakat diduga digunakan salah sasaran. Setiap tahunnya, rata-rata dana CSR ini mencapai 3 – 7,5 persen.
Humas BI Cabang Mataram, Thomy Andryas dalam keterangannya ke wartawan menyebutkan, khusus kasus dugaan korupsi di PT. Bank NTB sebagian sudah diajukan ke aparat hukum. Bahkan dikatakannya sudah ada beberapa pihak BI yang dipanggil penyidik sebagai saksi.
SOMASI NTB tidak tinggal diam, terkait dugaan kerugian Rp11.1 miliar yang dilakukan pemegang saham dilaporkan ke Kejati NTB 10 Agustus lalu. SOMASI menilai para pemegang saham yang tidak lain adalah kepala daerah harus bertanggung jawab atas raibnya dana tersebut.
Dalam laporannya SOMASI menyebutkan, kerugian Rp11.1 miliar itu terdiri dari beberapa item. Seperti dana honor Pembina senilai Rp1.32 miliar sesui keputusan pemegang saham.
Kasus lainnya yaitu dana PSK tahun 2003 – 2007 senilai Rp8.19 miliar dan penetapan dan PMB senilai Rp1.606 miliar dengan ketetapan uang PMB sebesar 24 kali gaji.
Langkah Kejati NTB benar-benar respon. Buktinya, hingga tanggal 19 Agustus 2009 sudah tujuh orang mantan petinggi Bank NTB dan beberapa orang yang masih aktif sudah dimintai klarifikasi persoalan yang dilaporkan berbagai pihak.
Kajati NTB, Slamet Wahyudi, SH. MH., mengatakan bahwa kasus PT. Bank NTB sudah langsung ditangani menindaklanjuti laporan SOMASI. Namun statusnya saat ini masih dalam pul data dan pul baket.(usep/sudirman)
sumber: http://www.sumbawanews.com/node/5502
Tidak ada komentar:
Posting Komentar