Ketua DPD I Golkar Bela Sujirman
Sikap Kejati NTB yang cenderung mengedepankan pengembalian uang negara
dibandingkan penegakan hukum disesalkan sebagian kalangan, termasuk
Koordinator Gerak NTB Ervyn Kaffah. Sebab, jika bertindak demikian, maka
Kejati NTB akan dipersepsikan hanya sebagai debt collector oleh
masyarakat. Ini penting agar masyarakat punya pegangan dalam penegakan
hukum, sehingga masyarakat masih mau melapor ke aparat terkait dugaan
korupsi.
‘’Kejati harus mengedepankan penegakan hukum tanpa diskriminasi
dan penerapan asas praduga tidak bersalah,’’ jelas Ervyn yang termasuk
salah satu pelapor dalam kasus APBD NTB 2003 ini.
Kamis, 26 May 2011 16:50
MATARAM-Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) menetapkan dua kesimpulan yang dijadikan sikap politik sekaligus senjata dalam menanggapi persoalan internal DPRD NTB. Termasuk perintah Ketua DPD PDI Perjuangan H Rachmat Hidayat yang memerintahkan menggalang mosi tidak percaya pada ketua DPRD NTB.
‘’Ada dua poin yang kami tetapkan dalam rapat internal fraksi,’’ kata Ketua Fraksi PDIP H Husni Jibril usai memimpin rapat fraksi kepada wartawan, kemarin.
Mengenai adanya perintah mosi tidak percaya, Husni mengatakan, pihaknya akan menunggu apapun keputusan resmi Badan Kehormatan (BK). Sebagai bagian dari institusi dewan, Fraksi PDIP menghormati apa yang sedang dilakukan BK selaku pihak yang memiliki wewenang terkait pelanggaran tata tertib maupun kode etik dewan. ‘’Kami meminta BK agar bersikap profesional, katakan A jika A, katakan B jika B, jangan ada yang disembunyikan,’’ tegas pria berkumis ini.
Poin kedua mengenai keputusan Ketua DPRD NTB yang meneruskan permintaan penagihan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kepada seluruh anggota DPRD NTB periode 1999-2004. Hal ini membuat Fraksi PDIP benar-benar berang. Kebijakan ini seharusnya dibicarakan di level seluruh unsur pimpinan, termasuk ketua fraksi, ketua komisi maupun ketua badan dewan. Namun, permintaan kejati ini langsung diteruskan ketua dewan kepada setwan DPRD.
Seharusnya, lanjut Husni, sebelum diteruskan kepada Setwan, dibicarakan dulu di tingkat pimpinan lembaga. Sebab, keputusan yang diambil dalam hal ini merupakan keputusan yang menyangkut harkat dan martabat institusi. ‘’Saya ini ketua komisi sekaligus ketua fraksi, tapi saya diabaikan dalam pengambilan keputusan, apalagi yang lain (anggota dewan, Red),’’ tandas Husni yang juga Sekretaris DPD PDIP NTB ini.
Husni mengaku tidak menyalahkan pihak setwan yang meneruskan apa yang ditetapkan ketua. Sebab pihak setwan hanya melaksanakan tugas untuk menfasilitasi apa yang menjadi keputusan DPRD. ‘’Kita tidak ingin, institusi dewan justru menjadi sekadar debt collector alias juru tagih. Saya cintai lembaga ini, makanya FPDIP bersikap tegas,’’ jelas mantan Ketua DPC PDIP Sumbawa ini.
Ditegaskan, sikap FPDIP ini tidak dilandasi niat untuk menghalang-halangi penegakan hukum oleh pihak lembaga peradilan. Tapi sebagai bentuk tanggung jawab Fraksi PDIP terhadap institusi dewan. Sebab apa yang menjadi sikap dan tindakan Fraksi PDIP adalah upaya untuk memperbaiki kinerja, harkat dan martabat institusi. ‘’Saya tegaskan juga pada BK, apapun yang menjadi hasil harus diteruskan. Jika masih bisa diperbaiki tentu akan kita perbaiki, tapi jika tidak bisa diperbaiki kita akan tuntaskan,’’ jelas Husni tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kalimat tersebut.
Sementara itu, sikap Kejati NTB yang cenderung mengedepankan pengembalian uang negara dibandingkan penegakan hukum disesalkan sebagian kalangan, termasuk Koordinator Gerak NTB Ervyn Kaffah. Sebab, jika bertindak demikian, maka Kejati NTB akan dipersepsikan hanya sebagai debt collector oleh masyarakat. Ini penting agar masyarakat punya pegangan dalam penegakan hukum, sehingga masyarakat masih mau melapor ke aparat terkait dugaan korupsi.
‘’Kejati harus mengedepankan penegakan hukum tanpa diskriminasi dan penerapan asas praduga tidak bersalah,’’ jelas Ervyn yang termasuk salah satu pelapor dalam kasus APBD NTB 2003 ini.
Menurutnya, munculnya polemik di gedung dewan sehingga muncul isu mosi tidak percaya kepada pimpinan ini, masalah pokoknya terletak pada langkah Kejati yang tidak prosedural menagih kerugian negara kepada orang yang belum terbukti bersalah. ‘’Tidak ada dasar yang layak bagi Kejati untuk menagih. Jangankan anggota dewan yang terhormat, bajingan tengik sekalipun harus mendapat proses hukum yang adil,’’ tegasnya.
Dikatakan, jika ada indikasi pengembalian kerugian negara menurut BPK RI, seharusnya menjadi tugas kepala daerah, bukan tugas jaksa.
Sementara itu, Ketua DPD Golkar NTB Dr H Zaini Arony mengaku belum menerima laporan resmi dari Fraksi Golkar DPRD NTB terkait persoalan kader Golkar di dewan. Adanya sejumlah persoalan yang kini muncul baru diketahui dari sejumlah anggota dewan di luar partai Golkar sebagai informasi dari orang per orang. ‘’Selama ini, saya rasa Sujirman telah melakukan tugas-tugas serta mandat dan aspirasi yang ada. Selama belum ada pelanggaran, Golkar tidak akan ambil sikap apapun,’’ tegas Zaini yang juga Bupati Lombok Barat kepada Lombok Post melalui saluran telepon, Sore kemarin.
Menurutnya, Sujirman merupakan representasi dari partai Golkar di DPRD NTB, dan selama tidak melanggar disiplin partai dan kode etik selaku anggota dewan, partai Golkar tidak akan mengambil sikap apapun. ‘’Kami masih menunggu laporan resmi dari Fraksi Golkar terkait persoalan yang terjadi,’’ pungkasnya. (mni)
sumber: http://lombokpos.co.id/index.php/index.php?option=com_k2&view=item&id=3860:fraksi-pdip-siapkan-dua-senjata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar