Media Indonesia, 13 Juli 2005
Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak), kemarin, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyangkut dugaan korupsi DPRD NTB senilai Rp24 miliar dengan 11 tersangka. Kami mengingatkan Kejati supaya tidak berhenti mengusut berbagai korupsi yang terjadi, kata Ervyn Kaffah, Koordinator Gerak NTB.
Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak), kemarin, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyangkut dugaan korupsi DPRD NTB senilai Rp24 miliar dengan 11 tersangka. Kami mengingatkan Kejati supaya tidak berhenti mengusut berbagai korupsi yang terjadi, kata Ervyn Kaffah, Koordinator Gerak NTB.
SERANG
(Media): Pencairan dana Rp14 miliar dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten 2003 untuk anggota DPRD menyalahi
prosedur. Selain tidak memiliki payung hukum, pencairan dana tersebut
tanpa permohonan tertulis pimpinan DPRD Banten.
Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten Heri Suheri mengatakan hal tersebut dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi Gubernur Banten senilai Rp14 miliar di gedung Pengadilan Negeri (PN) Serang, kemarin.
Menjawab pertanyaan jaksa Damly Purba, Heri memaparkan, pencairan dana tunjangan perumahan anggota DPRD sebesar Rp10,5 miliar maupun untuk membiayai kegiatan sosialisasi Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No 29/2002, hanya mengacu pada tata tertib DPRD Banten, sehingga tidak mempunyai payung hukum yang kuat. Ini menyalahi prosedur. Prosedur yang benar adalah pengguna dana yang mengajukan permohonan tertulis kepada pengelola dana, jelas Heri.
Gubernur Banten Djoko Munandar didakwa tim jaksa yang dipimpin I Gede Sudiatmadja, melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya 75 anggota DPRD Banten.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Husni Rizal diwarnai aksi unjuk rasa sekelompok massa yang menamakan dirinya Gerakan Muda Peduli Rakyat (Gempur). Massa yang menggelar orasi di luar pagar gedung PN Serang menuntut penegak hukum segera memenjarakan Djoko Munandar.
Korupsi di Solo
Sementara itu, dalam sidang lanjutan korupsi APBD Solo senilai Rp4,5 miliar, terdakwa Rio Suseno mengakui perubahan anggaran belanja DPRD 2003 dari Rp13 miliar menjadi Rp18,3 miliar tanpa parameter jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Pertimbangan kami hanyalah atas dasar produktivitas dan beban kerja yang harus ditanggung anggota Dewan, ujar Rio di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Solo, kemarin.
Majelis hakim yang diketuai FX Surendro kaget dengan keterangan terdakwa. Apakah hanya atas dasar pertimbangan seperti itu. Padahal dengan perubahan tersebut terjadi kenaikan yang luar biasa pada belanja anggota Dewan yang hampir 300% dan bahkan 500% bagi pimpinan Dewan? tanya anggota majelis.
Sementara itu, Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak), kemarin, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyangkut dugaan korupsi DPRD NTB senilai Rp24 miliar dengan 11 tersangka. Kami mengingatkan Kejati supaya tidak berhenti mengusut berbagai korupsi yang terjadi, kata Ervyn Kaffah, Koordinator Gerak NTB.
Pada kesempatan tersebut, Gerak melaporkan dugaan korupsi di PT Bank NTB dalam penyaluran kredit bermasalah senilai Rp9,3 miliar dan pembelian obligasi Rp5 miliar
Menyangkut kelanjutan dugaan korupsi DPRD NTB, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati NTB, Maryadi menyatakan menunggu hasil ekspose di Kejaksaan Agung. Tim dari Kejati NTB sudah ke Jakarta (11/7). Nah kita tunggu saja bagaimana perkembangannya, jelasnya.
Sedangkan dari Purwokerto, Jawa Tengah (Jateng) dilaporkan, berkas perkara kasus korupsi mantan anggota DPRD Banyumas, kemarin dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Korupsi APBD Banyumas 2002-2003 yang diduga dilakukan 12 mantan anggota Dewan tersebut dilimpahkan karena materi dakwaan sudah lengkap.
Pelimpahan ke PN Purwokerto diserahkan Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto Gatot Guno Sembodo dan diterima panitera PN Purwokerto Sudiyanto. (BV/FR/LD/YR/X-10). Media Indonesia, 13 Juli 2005
sumber: http://www.antikorupsi.org/id/content/korupsi-di-banten-pencairan-rp14-miliar-salahi-prosedur
Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten Heri Suheri mengatakan hal tersebut dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi Gubernur Banten senilai Rp14 miliar di gedung Pengadilan Negeri (PN) Serang, kemarin.
Menjawab pertanyaan jaksa Damly Purba, Heri memaparkan, pencairan dana tunjangan perumahan anggota DPRD sebesar Rp10,5 miliar maupun untuk membiayai kegiatan sosialisasi Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No 29/2002, hanya mengacu pada tata tertib DPRD Banten, sehingga tidak mempunyai payung hukum yang kuat. Ini menyalahi prosedur. Prosedur yang benar adalah pengguna dana yang mengajukan permohonan tertulis kepada pengelola dana, jelas Heri.
Gubernur Banten Djoko Munandar didakwa tim jaksa yang dipimpin I Gede Sudiatmadja, melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya 75 anggota DPRD Banten.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Husni Rizal diwarnai aksi unjuk rasa sekelompok massa yang menamakan dirinya Gerakan Muda Peduli Rakyat (Gempur). Massa yang menggelar orasi di luar pagar gedung PN Serang menuntut penegak hukum segera memenjarakan Djoko Munandar.
Korupsi di Solo
Sementara itu, dalam sidang lanjutan korupsi APBD Solo senilai Rp4,5 miliar, terdakwa Rio Suseno mengakui perubahan anggaran belanja DPRD 2003 dari Rp13 miliar menjadi Rp18,3 miliar tanpa parameter jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Pertimbangan kami hanyalah atas dasar produktivitas dan beban kerja yang harus ditanggung anggota Dewan, ujar Rio di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Solo, kemarin.
Majelis hakim yang diketuai FX Surendro kaget dengan keterangan terdakwa. Apakah hanya atas dasar pertimbangan seperti itu. Padahal dengan perubahan tersebut terjadi kenaikan yang luar biasa pada belanja anggota Dewan yang hampir 300% dan bahkan 500% bagi pimpinan Dewan? tanya anggota majelis.
Sementara itu, Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak), kemarin, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyangkut dugaan korupsi DPRD NTB senilai Rp24 miliar dengan 11 tersangka. Kami mengingatkan Kejati supaya tidak berhenti mengusut berbagai korupsi yang terjadi, kata Ervyn Kaffah, Koordinator Gerak NTB.
Pada kesempatan tersebut, Gerak melaporkan dugaan korupsi di PT Bank NTB dalam penyaluran kredit bermasalah senilai Rp9,3 miliar dan pembelian obligasi Rp5 miliar
Menyangkut kelanjutan dugaan korupsi DPRD NTB, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati NTB, Maryadi menyatakan menunggu hasil ekspose di Kejaksaan Agung. Tim dari Kejati NTB sudah ke Jakarta (11/7). Nah kita tunggu saja bagaimana perkembangannya, jelasnya.
Sedangkan dari Purwokerto, Jawa Tengah (Jateng) dilaporkan, berkas perkara kasus korupsi mantan anggota DPRD Banyumas, kemarin dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Korupsi APBD Banyumas 2002-2003 yang diduga dilakukan 12 mantan anggota Dewan tersebut dilimpahkan karena materi dakwaan sudah lengkap.
Pelimpahan ke PN Purwokerto diserahkan Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto Gatot Guno Sembodo dan diterima panitera PN Purwokerto Sudiyanto. (BV/FR/LD/YR/X-10). Media Indonesia, 13 Juli 2005
sumber: http://www.antikorupsi.org/id/content/korupsi-di-banten-pencairan-rp14-miliar-salahi-prosedur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar