"Koordinator Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi
(Somasi) NTB, Ervyn Kaffah berpendapat, sikap para mantan anggota
Dewan tersebut dinilainya wajar. Karena sejak awal, sudah ada “stempel”
yang diberikan kepada mantan politisi Udayana itu, bahwa mereka
bersalah dan harus mengembalikan uang yang keluar secara inprosedural.
“Stempel bersalah itu mereka dapatkan dari surat penagihan kerugian
negara yang dilayangkan Kejaksaan,” kata Ervyn. Diperkirakannya,
sudah ada ketakutan dari objek yang ditagih karena kekhawatiran ada
proses hukum jika ada pengembalian".
Sabtu 19/03/2011
Mataram (Suara NTB)
Sebagian mantan anggota DPRD NTB periode 1999-2004 mengaku tak akan manut pada surat Kejaksaan Tinggi NTB soal penagihan kerugian negara. Alasan kuat mereka untuk menolak, lantaran belum ada kekuatan hukum tetap yang menjadi dasar Kejaksaan untuk menagih dana asuransi Rp 7,5 miliar yang dibagi-bagi melalui rapat Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) itu.
Dasar hukum yang dimaksud, belum ada penetapan Pengadilan yang menyatakan mereka bersalah sehingga mengembalikan uang. “Kami sepakat tidak mau mengembalikan uang (kerugian negara) itu,” kata mantan anggota DPRD NTB Fraksi Golkar, H. Saiful Islam, SH menjawab Suara NTB. Dalam putusan Pengadilan, hanya mantan Ketua DPRD NTB H.L Serinata yang dinyatakan bersalah. Mantan Gubernur NTB itu pun diminta menyetor kerugian negara dan itu sudah terrealisasi.
Dia membaca, rentetan kasus Serinata akan dibebankan kepada dirinya dan 52 mantan anggota Dewan (termasuk yang aktif sekarang) untuk mengembalikan uang yang diduga hasil korupsi. “Masak kasus Pak Serinata harus dibebankan kepada kami?,” tanyanya. Jika dasar hukumnya adalah putusan Mahkamah Agung (MA), menurut pengurus Badan Kehormatan Rakyat (BKR) ini, tidak terangkai dengan anggota Dewan lain. Putusan MA hanya berlaku tunggal untuk Serinata. Inti disampaikannya, tidak akan ada pengembalian apapun sebelum ada putusan tetap Pengadilan yang menyatakan mereka bersalah dan harus membayar kerugian negara.
Saiful bersama sejumlah mantan anggota Dewan lainnya pernah membahas khusus persoalan tersebut. Pertemuan beberapa waktu lalu itu digagas mantan anggota Dewan lainnya, Muhammad, SH. “Pertemuan sepakat tidak akan ada pengembalian uang apapun,” tegas Saiful, yang kini menjadi politisi Partai Hanura. Selebihnya Saiful menyarankan Suara NTB menghubungi Muhammad, SH sebagai koordinator pertemuan tersebut.
Sementara Muhammad, SH enggan berkomentar persoalan itu. Setelah terpilih menjadi Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dia mengaku masih menahan diri karena khawatir memunculkan polemik. “Saya tidak mau persoalan ini jadi bahan politisir,” tegasnya.
Koordinator Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB, Ervyn Kaffah berpendapat, sikap para mantan anggota Dewan tersebut dinilainya wajar. Karena sejak awal, sudah ada “stempel” yang diberikan kepada mantan politisi Udayana itu, bahwa mereka bersalah dan harus mengembalikan uang yang keluar secara inprosedural. “Stempel bersalah itu mereka dapatkan dari surat penagihan kerugian negara yang dilayangkan Kejaksaan,” kata Ervyn. Diperkirakannya, sudah ada ketakutan dari objek yang ditagih karena kekhawatiran ada proses hukum jika ada pengembalian. (ars)
sumber: http://www.suarantb.com/2011/03/19/wilayah/Mataram/detil5.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar